Oleh : Khoirotun Nafi’ah
Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban. Namun ada sebagian yang menganggap kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau bersenang-senang.
Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu merayakan hari raya dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Ada nilai nilai tradisi yang diwarisi masyarakat ratusan tahun. Sudah 206 tahun larungan dan lomban dilaksanakan khususnya bagi masyarakat Jepara.
Di dalam tradisi pesta lomban juga mengandung nilai-nilai religius dan kultural. Hal ini nampak adanya pembagian daging kerbau dagingnya di sedekahkan ke warga, sementara kepala kerbaunya disedekahkan kepada makhluk Allah yg hidup dilaut yaitu ikan, dll.
Karena dengan bersedekah kita akan terhindar dari bala’. Sedekah merupakan obat agar rezekinya dilapangkan. Selain itu, dalam berbagai rangkaian acara, diisi dengan doa memohon kepada Allah SWT agar senantiasa diberi keselamatan dan rejeki yang barokah.
Menjaga Lingkungan Hidup
Hadist tentang menjaga kelestarian alam: “Sayangilah yang ada di bumi niscaya semua yang ada di langit akan menyayangi kalian” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu dengan adanya Pesta Lomban yang memberi sedekah atau memberi makan terhadap ikan-ikan, maka dapat menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan dan supaya nelayan tidak tamak dengan mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan alam terutama laut.
Selain nilai religius tradisi pesta lomban juga mengandung nilai-nilai ekonomis. Adapun nilai-nilai ekonomis dari tradisi pesta lomban dapat dirasakan oleh para pedagang dari pedagang makanan, minuman, hingga pedagang sovenir laku keras dibanding hari-hari biasa.
Puncak kemeriahan budaya Pesta Lomban atau dikenal juga dengan nama oleh masyarakat setempat sebagai bakda kupat dan bakda lomban adalah pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara dalam bentuk sedekah laut.
Diawali kegiatan pagi berupa larungan kepala kerbau di tengah laut, setelah barulah pesta lomban dimulai. Umumnya dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal.
Bukan sekedar meriah saja, tetapi kehikmatan persaudaraan antar masyarakat Jepara begitu kental. Warga Jepara berbondong-bondong pesta lomban diberbagai wisata yang ada di Jepara.
Berubah Karena Covid-19
Covid 19 telah merubah seluruh sendi kehidupan. Pendidikan ekonomi dan budaya. Sebab virus yang memiliki cara penyebaran cepat ini menjadi ancaman yang begitu nyata.
Akibatnya banyak wisata di Jepara yang ditutup dan pemerintah menghimbau untuk di rumah saja. Baik wisata yang dikelola oleh pemerintah, swasta ataupun desa.
Padahal biasanya masyarakat Jepara mulai ramai pada tanggal 7 syawal mempersiapkan ketupat-lepet, dan puncaknya tanggal 8 syawal yang bersenang-senang lomban keliling wisata Jepara. Tetapi, masa pandemi menjadikan lomban kali ini ditiadakan dan larangan di pantai Jepara ketat sesuai protokol kesehatan.
Apa yang harus kita lakukan ?
Agar tahun depan tradisi lomban dapat kita nikmati kembali apa yang harus kita lakukan ? Pertanyaan semacam itu terbesit jelas dibenak kita sebagai warga Jepara, namun harus bagaimana lagi?.
Sebagai warga yang baik tetaplah mematuhi himbauan pemerintah agar tahun depan bisa menikmati kenikmatan tradisi ini. Yang harus kita lakukan saat ini ialah memutus rantai covid-19 dengan tetap mematuhi prokes dengan melaksanakan 5 M yang ada tanpa menyalahkan orang lain karena virus ini.
Pemerintah juga harus dengan sungguh melakukan seluruh standar dan skenario penanganan Covid-19. Jangan takut menampilkan data-data yang sebenarnya, demi dan untuk keselamatan warga masyarakat. Karena itu testing treacing dan treatment harus terus dilakukan. Tujuannya untuk memutus mata rantai walaupun mungkin dengan 3 T tersebut akan nampak lonjakan kasus.
Sebab jika tidak, dampak Covid-19 yang begitu dahsyat tetap saja akan mengancam seluruh sendi kehidupan. Kita juga tentu kita akan semakin resah gelisah karena dampak Covid-19 bukan hanya pada bidang pendidikan, tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan bahkan agama.
Penulis adalah Mahasiswa Unisnu Jepara Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.