blank
Sani Sitranata, pemilik budidaya jamur tiram di Keluarahan Banjardowo, Kecamatan Genuk, Semarang, saat membersihkan bibit jamur tiram. Foto: ning

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Mendengar nama jamur tiram tentu sudah tidak asing lagi. Karena jamur tiram masih menjadi tren di dunia bisnis. Seperti yang dilakukan Sani Sitranata (47), warga Kelurahan Banjardowo, Kecamatan Genuk, Semarang, yang berkecimpung dalam budidaya jamur tiram.

Sani sejak 2007 sudah menggeluti budidaya jamur tiram. Namun karena ada sesuatu hal, dia harus berhenti sesaat dan menyibukkan diri pada usaha lain.

Pada 2019, dia pun berniat untuk memulai kembali budidaya jamur tiram, meski harus dari skala kecil. ”Pada 2019 saya memulai lagi budidaya jamur tiram, meski dalam skala kecil, yakni sekitar 200 sampai 300 bibit. Dan Alhamdulillah, ada tambahan 1.000 bibit dari YBM PLN,” ujar Sani, saat ditemui di tempat budidaya jamur tiramnya, Senin (26/4/2021).

BACA JUGA: Jaringan Jurnalis Perempuan Jateng dan Koramil Jambu, Renovasi Rumah Mbah Pasiyem

Dia mengaku, mulanya dia melakukannya seorang diri. Namun akhirnya dia membentuk kelompok tani jamur, yang diberi nama Kelompok Tani Jejamuran Ati Becik yang terdiri sekitar 40 orang, dan tersebar di beberapa tempat.

”Ada sekitar 40 orang, mereka tersebar di beberapa tempat di Kota Semarang, di antaranya di Kelurahan Banjardowo, Genuk, Pedurungan hingga Gayamsari,” ungkapnya.

Menurut Sani, setiap kali memanen, jamur-jamur itu kemudian dijual ke penampung, yakni para penjual sayur. ”Sudah ada orang yang siap menampungnya. Berapa pun hasil panennya, sudah ada penampungnya,” terang Sani.

BACA JUGA: Pertashop Lebih dari 200 Titik Ada di Pedesaan Jateng-DIY

Untuk siklus panen jamur tiram sendiri bervarisi. Kadang dua minggu jamur-jamur itu sudah ada yang siap dipanen, kadang lebih. Yang mana panennya harus dilakukan secara bertahap.

Namun tidak semua hasil panen itu dijual ke tukang sayur, karena sebagian ada yang dibuat olahan, seperti olahan bahan tahu. Dan itu sangat membantu perekonomian keluarga Sani dan masyarakat sekitar.

Di kelompok jejamuran sendiri, sudah ada angkringan untuk menjual olahan jamur dari para anggotanya sendiri. ”Angkringan sudah jalan, meski masih membutuhkan modal tambahan,” ucapnya lagi.

Sani mengaku, selama pandemi covid-19 ini, dalam hal perekonomian tidak ada kendala. Karena dengan adanya budidaya jamur tiram ini, perekonomiannya justru sangat terbantu.

Dia dan kelompoknya berharap, suatu saat nanti bisa mewujudkan impiannya untuk mengekspor jamur-jamur yang dia geluti selama ini, meski harus membutuhkan proses dan dana yang lebih besar.

Ning-Riyan