Sementara itu, psikolog Sri Mulyani menambahkan, seorang ibu memiliki jiwa asih, asah, asuh. Memberikan perhatian dan kasih sayang, menciptakan suasana keindahan dan kebahagiaan. Seorang ibu juga harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman, menstimulasi dan mendukung anak untuk melakukan persahabatan, serta memberi semangat pada keluarga.
”Ibu juga tempat sekolah bagi anak untuk mengembangkan kemampuan, potensi bawaan, membentuk karakter, juga membantu mengembangkan identitasnya,” ungkap psikolog klinik itu.
Di sisi lain, Kadin DP3AP2KB Retno Sudewi yang diwakili Saptiwi Mumpuni mengingatkan pada semua pihak, perlunya mencegah pernikahan dini untuk terwujudnya ketahanan keluarga.
BACA JUGA: Kajati Jateng Siap Dukung Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Untuk Mantan Jaksa Agung R.Soeprapto
Menurut dia, perkawinan dalam usia anak, akan menghambat terpenuhinya hak-hak anak, menyebabkan kekerasan, penelantaran dan pengabaian pada anak, serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
”Tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah menyiapkan kualitas SDM. Pembentukan SDM yang andal, dimulai dari tingkat keluarga,” tutur Saptiwi lagi.
Untuk itu, Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jateng membuat gerakan bernama, ‘Jo Kawin Bocah’, dengan hashtag #nikah sehati, yang disosialisasikan pada masyarakat.
”Jo Kawin Bocah, artinya jangan menikah saat masih menjadi bocah atau usai anak. Batas usia minimal menikah saat ini adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan,” jelasnya.
Humaini-Riyan