SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (PC GP) Ansor Kota Semarang, melaporkan buku-buku penerbitan PT Tiga Serangkai, karena adanya indikasi radikalisme dan intoleransi pada buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah dicetak dan diterbitkan. Temuan sementara itu, langsung dilaporkan ke Polda Jawa Tengah untuk dikaji oleh kepolisian pada Selasa (16/3/2021)
Ketua PC GP Ansor Kota Semarang, Rahul Saiful Bahri, menunjukkan temuan sementara yang diperoleh antara lain mencantumkan link website “dakwatuna.com” yang berisi ormas yang telah dilarang oleh negara.
Terkait dengan pelaporan buku-buku pelajaran terbitan PT Tiga Serangkai karya Ali Sodiqin ini, masih ada poin-poin yang mengarah pada radikalisme dan intoleransi. Contoh radikalisme itu, kara Rahul, adanya referensi buku yang mengarahkan pada portal “dakwatuna.com” yang kita tahu portal tersebut adalah corong HTI.
“Nah ini linknya ini, kemarin dicek masih hidup dan itu menurut kami sangat meresahkan. Kita minta hal ini untuk dicek oleh pihak kepolisian, karena bagaimanapun juga HTI itu kan sudah dilarang oleh pemerintah,” tegas Rahul sambil memunjukkan sebuah halaman yang tertulis catatan kaki yang merujuk pada link web tersebut.
Dalam keterangannya Rahul mengatakan, berdasarkan fakta pada tanggal 19 Juli 2017 pemerintah telah secara resmi mencabut status badan hukum HTI dengan surat keputusan resmi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017, tentang pencabutan AHU-0028.60.10.2014 tentang pendirian badan hukum HTI.
Selain itu, Rahul juga menemukan penggunaan premis negatif pada simbol santri dan kyai yang kecenderungannya menyudutkan kalangan masyarakat Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Premis tersebut ditemukan di buku berjudul ‘Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti’ yang diperuntukkan untuk siswa kelas 3 SD diterbitkan pertama kali tahun 2015 dan diperbaharui tahun 2020.
“Terkait dengan intoleransi juga ada dengan framing penyudutan kyai dan santri. Salah satu contoh di situ disebutkan, bahwa santri adalah penakut serta Kyai tidak memberikan kekayaan. Walaupun mungkin hal itu sebagian benar, tapi narasi seperti itu bisa membentuk opini tertentu tentang kyai dan santri,” ujar Rahul.
Dalam paparannya, pada halaman 33 pada buku tersebut menyebutkan, secara jelas simbol kata santri yang mengarahkan pada salah satu ormas keagamaan besar dengan kalimat ‘seorang santri yang sangat penakut’.
Begitu pun pada halaman 103 yang memuat latihan soal nomor 14 yang berisi pilihan ganda dengan kalimat “kekayaan dan kepandaian adalah rizki yang berasal dari a. Allah, b. Manusia, c. Malaikat, d. Kyai”.
Padahal lanjut Rahul, pada cetakan pertama narasi soal latihan tersebut tidak menyebutkan variabel kata ‘kyai’ melainkan ‘alam’.
“Laporan ini baru diterima oleh pihak Polfa Jateng, nanti satu minggu kedepan baru akan ada tindak lanjut,” ujar Rahul.
Ketika ditanya alasan mengapa pihaknya melaporkan hal ini, Rahul mengatakan bahwa ini berawal dari laporan wali murid dan kemudian menyerahkan buku ajar tersebut untuk dikaji.
“Awalnya kami mendapat aduan dari salah seorang wali murid dan kita mulai mengkaji setiap buku pendidikan agama islam terbitan dan cetakan PT. Tiga Serangkai dan ternyata ada unsur-unsur radikalisme dan intoleransi tersebut. Makanya ini sangat meresahkan karena di dalam buku tersebut masih tertulis narasi HTI. Dan saat ini kita minta pihak kepolisian untuk mengusut masalah ini,” pungkasnya.
Absa-wied