SEMARANG (SUARABARU.ID) – Petugas Kepolisian dan Satgas Gabungan Penanganan Covid-19 Jawa Tengah membubarkan demo mahasiswa Papua, Jumat (5/3/2021).
Aksi demo yang berlangsung di Jalan Pahlawan (Patung Kuda Undip) Kota Semarang tersebut dibubarkan karena melanggar peraturan Walikota Semarang terkait pelanggaran protokol kesehatan.
Awalnya, demo yang dimulai pukul 09.00 WIB itu menyuarakan otonomi khusus Papua berlangsung kondusif. Namun para pendemo tidak mematuhi protokol kesehatan. Mereka tak menjaga jarak bahkan ada yang tak pakai masker.
Dan sekitar pukul 10.45 WIB demo mulai tak bisa dikendalikan, alias ricuh.
Kabag Operasi Polrestabes Semarang AKBP Recky, menyampaikan, karena mulai ricuh, petugas secara perlahan membubarkan massa.
Bahkan Recky berulang kali menyampaikan agar masa membubarkan diri secara tertib dan mandiri. Namun himbauan itu rupanya tak dihiraukan massa, dan demo semakin ricuh.
Polisi pun terpaksa membubarkan demo. Tidak hanya itu, Polisi juga mengamankan 30 demonstran yang diduga sebagai provokator kericuhan. Mereka diangkut ke truk polisi dan dibawa ke Polrestabes Semarang.
Sementara itu, polisi memerintahkan para pendemo lain untuk membubarkan diri pulang ke rumah masing masing. Namun yang terjadi, mereka (mahasiswa Papua) hanya berpindah lokasi dan bertahan di pertigaan jalan Pleburan.
Di sana juga sempat diwarnai kericuhan, dimana seorang mahasiswa Papua malah terlibat adu argumen dengan Kasat Sabhara Polrestabes Semarang, AKBP Aries Dwi Cahyanto.
Aries sempat berdebat alot membubarkan massa dengan memberikan penjelasan. Namun massa bersikukuh tidak mau membubarkan diri sebelum rekan-rekannya yang diamankan ke kantor polisi bisa dibebaskan.
Wakapolrestabes Semarang, AKBP Iga Perbawa Nugraha mengatakan, penyampaian pendapat di muka umum pada dasarnya sangat dilindungi oleh negara. Namun berdasarkan kesepakatan aturan Satgas Corona Kota Semarang, selama pandemi demo tidak diperbolehkan.
“Penyampaian aspirasi sangat dilindungi, apalagi di Kota Semarang. Tak ada penyampaian aspirasi yang kita larang. Setiap hari mau menyampaikan aspirasi pun boleh. Selagi itu memenuhi mekanisme yang ditetapkan negara,” tandas Iga.
“Pemberitahuan unjuk rasa tidak kita terima. Bukan tidak ada ijin, tapi memang tidak kita terima. Secara peraturan perundang-undangan maupun peraturan Walikota Semarang terkait PPKM Mikro pemberlakuan di saat pandemi covid-19, memang unjuk rasa tidak diperbolehkan. Semua sudah jelas, itu tidak diperbolehkan,” kata Iga.
Sementara terkait demonstran yang diamankan, Iga menegaskan, mereka akan dimintai keterangan terkait aksi dan selanjutnya akan dilepas kembali.
Ning-mul