blank
Ilustrasi. Foto : SB/dok

Oleh Samsul Munir Amin

Diriwayatkan bahwa suatu hari, Abu Dzar Ra, salah seorang sahabat Nabi Saw yang terkenal kesufiannya, bertanya kepada Nabi: Wahai Rasulullah, apakah yang dapat menyelamatkan orang dari neraka? Nabi menjawab: Iman kepada Allah, dan berikan sebagian rizki yang dianugerahkan Allah kepadamu.

Wahai Rasulullah, bagaimana kalau dia orang miskin tidak mempunyai apa-apa yang dapat diberikan? Nabi menjawab: berbuatlah amar ma’ruf nahi munkar. Kalau dia tidak mampu melaksanakan amar ma’rif nahi munkar? Nabi menjawab: Tolonglah orang yang menyimpang dari jalan kebenaran.

Wahai Rasulullah: Bagaimana pendapatmu jika dia tidak dapat melakukannya dengan baik? Nabi menjawab: Ia dapat berbuat lain (seperti) menolong orang yang teraniaya. Kalau dia lemah, tidak mampu menolong orang teraniaya? Nabi memotong pertanyaan Abu Dzar: Barangkali kamu ingin berkata bahwa ia tidak memiliki kebaikan apa pun?

Dalam kondisi demikian hendaklah dia menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain.
Wahai Rasulullah, apakah orang itu akan masuk surga jika berbuat demikian? Nabi menjawab: Tiada seorang pun hamba yang beriman yang memenuhi salah satu bagian dari semua bagian itu, kecuali dirinya diangkat hingga masuk surga.

Rasulullah menuturkan, bahwa suatu keimanan yang dimiliki seseorang belum cukup dijadikan jaminan untuk masuk surga. Keimanan membutuhkan praktek nyata dari pemiliknya. Praktek nyata itu diperlukan karena setiap manusia tidak hidup sendirian. Tetapi ia hidup di tengah-tengah masyarakata yang sarat dengan persoalan, sarat dengan problematika kehudupan.

Di antara mereka mungkin ada yang mengalami beban kesulitan, ada yang menyimpang dari petunjuk kebenaran, dan ada pula yang teraniaya karena tidak mempunyai kekuatan dan seterusnya. Yang tidak kalah pentingnya dari semua itu bahwa di dalam setiap jiwa manusia terdapat unsur kejahatan yang berpotensi merusak kebaikan pribadinya.

Orang Beriman

blank
Wakil Rektor III Unsiq Jateng di Wonosobo, Drs H Samsul Munir Amin, MA. Foto : SB/dok

Potensi kejahatan yang tumbuh dari dalam diri sendiri inilah yang juga dipesankan oleh Nabi Muhammad SAW agar selalu diwaspadai. Orang beriman hendaknya mampu menahan diri jangan membuat kejahatan termasuk menyakiti orang lain.

Apa yang disampaikan Rasulullah SAW itu merupakan alternatif terakhir bagi orang beriman yang tidak mempunyai kelebihan apa-apa yang dapat dijadikan modal untuk perjuangan. Dalam soal perekonomian ia tidak mempunyai materi (rejeki) yang lebih untuk diberikan kepada yang berhak.

Ia tidak mempunyai kekuatan untuk menunaikan tugas amar ma’ruf nahi munkar. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk meluruskan saudaranya yang lupa dari jalan kebenaran, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menolong orang yang teraniaya.

Dalam kondisi demikian praktis ia menjadi orang beriman yang paling lemah. Tidak ada yang bisa diharapkan dari dirinya selain menjauhi segala bentuk kejahatan. Padahal Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa orang beriman yang paling baik dan dicintai Allah adalah orang beriman yang mempunyai kekuatan.
Yang dimaksud kekuatan dalam konteks ini bermakna luas, baik kuat secara fisik, kuat dalam intelektual, kuat secara ekonomi dan seterusnya.

Dialog Abu Dzar dan Nabi dalam hadits tersebut jika ditelusuri lebih jauh mengandung pengertian bahwa setiap orang beriman hendaknya tidak bersikap pasif. Jaminan masuk syurga bermuatan makna sebagai pendorong agar dirinya selalu aktif di tengah-tengah masyarakat.

Atau dengan kata lain ia menjadi pioner yang bermanfaat bagi lingkungannya. Isyarat itu sesuai dengan sabda Nabi Saw ketika ditanya: Siapa orang yang paling baik? Beliau menjawab: Orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Tetapi untuk menjadi orang yang bermanfaat bukanlah mudah seperti menjadi orang yang buruk. Sebab kebaikan dan kemanfaatan selalu bersentuhan dengan keberanian untuk mempraktekkannya di tengah-tengah berbagai tantangan yang siap menghadangnya.

Walaupun demikian siapapun bisa mengusahakannya untuk menjadi orang yang lebih bermanfaat di tengah-tengah masyarakat luas.

Drs H Samsul Munir Amin MA, Ketua Umum ICMI Orda Wonosobo, dan Wakil Rektor III UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo.