blank
Ilustrasi. Foto : SB/dok

Oleh Dr KH Muchotob Hamzah MM

blank
Ketua MUI Wonosobo, Dr KH Mukhotob Hamzah MM. Foto : SB/Muharno Zarka

Negara sering disebut Jamaah Kubra (besar), dan salat berjamaah disebut Jamaah Shugra (kecil). Dari salah satu dimensinya, di bawah ini dipaparkan yang sangat komplementer dengan sistem negara demokrasi.

1. Prosedur Memilih Imam

Imam tidak boleh magang kecuali pada situasi yang spesifik. Dia harus mendapat kesepakatan dari jamaah atau mayoritasnya. Mekanismenya bisa dengan metode pilihan one man one vote, atau aklamasi. Misalnya calon imam ditunjuk oleh imam sebelumnya, pengurus takmir atau orang yang memiliki otoritas yang diterima jamaah.

Dasar mengenai imam salat (Jamaah Shughra) tidak boleh magang, adalah untuk menjaga agar tidak terjadi ada imam yang tidak disenangi oleh jamaah. Nabi saw. menyatakan, imam yang tidak sah salatnya, adalah imam yang tidak disenangi oleh makmumnya. …وامام قوم وهم له كارهون (HHR. Tirmidzi no 360).

Syarah dari Al-Khatthabi menjelaskan, yaitu imam yang tidak layak tetapi ambisius dan memaksakan diri. (Al-‘Aunul Ma’buud, 2, hlm. 213).

Dalam hal mekanisme imamah kubra yaitu negara, Nabi saw. Bersabda: : انكم ستحرصو ن في الا مارة وستكون ندامة يوم القيامة. Artinya: Kalian akan ambisi dalam kekuasaan, padahal besok di hari kiamat akan menjadi penyesalan (HR. Bukhari no 7148).

Bagaimana kalau dipilih menjadi imam dan dianya merasa mampu? Sejarah membuktikan sejak zaman old, sahabat Abu Bakar hingga zaman now mereka menerima amanah ini sebagai ibadah. Atau jika dia mampu dan mukhlis, lalu ia diterima oleh pemegang otoritas seperti nabi Yusuf as., maka bolehlah ia meminta jabatan.

Ia berkata kepada Raja: اجعلني علي خزاءن الارض اني حفيظ عليم. Artinya: Jadikanlah aku sebagai bendahara negara, aku orang terpercaya dan profesional (QS. 22: 55)

Imam juga makruh menutup mata dan dianjurkan menatap tempat sujud. Nabi saw. ketika mendengar bayi menangis karena ibunya salat berjamaah, lalu beliau menyesuaikan keadaan salatnya (HR. Bukhari no. 669). Demikian pula imam negara, harus melihat keadaan rakyatnya.

2. Setelah Iman Terpilih

Begitu imam terpilih atau aklamasi, imam harus ditaati. انما جعل الامام ليؤتم به اذا كبر فكبروا واذا ركع فاركعوا. Artinya: Sesungguhnya imam salat itu dijadikan ikutan. Kalau ia takbir, takbirlah kalian, kalau ia ruku’ ruku’lah kalian dst. (H. Muttafaq Alaih). Begitu juga pemimpin negara. Ia harus ditaati selama tidak perintah untuk bermaksiat (QS. 4: 59; Al-Asqalani, Al-Fath. 13/109).

3. Jika Imam Salah Bacaan

Jika imam salah bacaan dan jamaah mampu membetulkan, hendaklah ia membetulkan dengan cara yang prosedural. Cukup mengucap betulnya bacaan yang salah, tanpa komentar atau ulah dan gaduh yang lain. Demikian juga bila pemimpin negara salah ucap. Cukup dibetulkan ucapannya dengan cara yang prosedural tanpa gaduh.

4. Jika Imam Salah Perbuatan

Jika imam harusnya duduk tahiyat awal tetapi dia berdiri atau lainnya, makmum lelaki mengucapkan tasbih tanpa gaduh. Jamaah perempuan cukup tepuk tangan sekali bila sudah terdengar oleh imam. Ini pendapat dari ulama ahli ijjtihad yang berijtihad dari hadits nabi saw. (Bukhari 482: Muslim: 573).

Demikian juga bila imam negara salah langkah, maka rakyat secara prosedural lewat institusi atau media lain diperintahkan untuk memberikan pengingatan dsb.tanpa gaduh.

5. Jika Imam Batal Salatnya.

Jika imam batal salatnya karena hadats, atau kena najis, imam mengundurkan diri dan diganti oleh orang yang dibelakangnya tanpa gaduh. Jika sakit, imam menunjuk makmum untuk menggantikannya.

Hal itu pernah tetjadi ketika khalifah Umar bin Khatthab rs. ditusuk oleh Abu Luklu’ waktu jadi imam salat subuh, beliau menarik Abdurahnan bin Auf untuk menggantikannya (HR. Bukhari no 3700). Demikian juga bila imam negara batal karena melanggar UUD, maka digantilah ia tanpa kegaduhan.
Wallaahu A’lam bis-Shawaab!

Dr KH Muchotob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo