SEMARANG – Forum Doktor Unissula mengadakan refleksi akhir tahun dengan menghadirkan KH Abdul Qoyyum Mansur (29/12/2020). Menurutnya Indonesia yang mayoritas Islam dengan dua ormas terbesarnya Muhamadiyyah dan NU Semestinya mampu berperan besar menghadapi tantangan global.
Dalam Al Qur’an kata bumi disebut 461 kali. Dari 461 ayat yang bicara tentang bumi ayat yang pertama tentang bumi mengandung pesan agar manusia tidak berlaku destruktif. Itu terdapat pada surat Al Baqarah ayat 11, “Dan bila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”
Lebih kecil lagi yaitu laut, bahr, bahran, bahraini, bihar, disebut dalam al Qur’an 41 kali. Daratan dalam Al Quran disebut 12. Berkenaan alam raya, Al Qur’an menginformasikan tentang kerusakan global.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Ar Rum: 41).
Lebih kecil dari darat adalah qaryah (kampung). Berbicara tentang qoryah, Al Qur’an menyingung soal, tantangan sosial, “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” (An Nisa 75).
Disini bisa disimpulkan, tantangan global adalah kerusakan yang dilakukan manusia adapun tantangan global di kampung adalah terjadinya kedzaliman. Berkenaan dengan tantangan umat Islam di abad 21, Yusuf Qaradhawi menyebut ada enam tantangan. Pertama, tantangan identitas. Tantangan Identitas sebagai muslim ke siapa loyalitas? Kadang kadang loyalitas tidak benar karena terjadi kedzaliman.
Sebagai pemangku dakwah universal umat Islam menghadapi tantangan konsep rahmatan lil alamin. Identitas muslim harus menebar kasih sayang, tanpa merusak akidah.
Kedua, tantangan rujukan. Berkontribusi bersama menjaga negara. Kalau beda pendapat kemana referensinya. Hari ini orang berbangga dengan kelompoknya sendiri. Tidak ada referensi yang sama dalam rujukan. Semestinya harus ada referensi bersama. Tanpa refrensi sulit bersatu. Kita harus menyadari posisi umat Islam sebagai umatan washatan, tengah moderat, tasamuh.
Ketiga, tantangan keterbelakangan, maka dulu ada buku berjudul limadza takhara muslimun watawadama ghairuhum. “Di luar ada musuh Islam yang tidak suka dengan Islam, takut NU maju, takut Muhamadiyyah maju. Mereka berusaha melemahkan kita menarik kita pada hal hal yang menyita energi dan tidak membawa kemajuan, kita harus waspada atas perang tak berkesudahan di medsos. Musuh musuh Islam mengharapkan orang Islam lupa dari teknologi pesenjataan”, ungkap Abdul Qoyyum.
Keempat, tantangan keadilan sosial. Islam menyatakan perang terhadap kedzaliman sosial. Nabi bersabda, “Tidak muslim sempurna, dia kenyang, saat tetanganya lapar. Kelima, tantangan kediktatoran. pemaksaan, pembebanan berat. Ingat, “Allah akan menyiksa manusia yang menyiksa manusia”.
Pidato politik pertama Abu Bakar patut menjadi acuan kita. Beliau mengatakan apabila aku baik mohon dibantu apabila kami menyimpang mohon kami diluruskan.
Keenam, tantangan hilangnya pri kemanusiaan. Dalam Al Qur’an kata insan disebut 65 kali ayat pertama tentang kelemahan manusia. Pertama yang dibahas, manusia diciptakan lemah. Kalaimat terakhir insan yang rugi.
Menghadapi tantangan ini, Al Qur’an menawarkan 10 solusi. Pertama, umat Islam perlu islahul aqaid perbaiki aqidah. Lalu islahul ibadah perbaiki ibadah. Kesucian jiwa dan memperhatikan gizi jiwa. Keinginan yang lurus dalam pandangan syariat.
Ketiga, perbaiki moralitas. Al Qur’an bicara tentang fungsi baju adalah untuk fungsi martabat manusia. Keempat, memperbaiki masyarakat. Kelima, memperbaiki politik. Sangat penting menjauhi karakter politik rendah, seperti kedzaliman maupun suap.
Keenam, memperbaiki moneter. Ketujuh, islahi nisai yaitu memperbaiki kehormatan wanita, kedelapan, isalhul harbi yaitu memperbaiki militer. Kesembilan, memerangi perbudakan. Kesepuluh kemerdekaan akal.
Pembicara lainnya yaitu Prof Dr Abdul Mu’ti Med, Sekertaris Umum PP Muhammadiyah (2015-2020) dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini yang dimoderatori oleh Wakil Rektor I Dr Umar Ma’ruf SH SpN MHum.