MAGELANG (SUARABARU.ID)- Seninam asal Magelang Sutanto atau yang lebih dikenal dengan panggilan Tanto Mendut, di ujung tahun ini mendapat delapan gelar. Delapan gelar bagi mantan “Presiden” Lima Gunung tersebut diberikan oleh para seniman yang sekitar 20 tahun berkarya bersamanya.
Pemberian gelar tersebut dilaksanakan di sebuah situs candi yang ditemukan di sebuah lahan tambang pasir Merapi di Dusun Windu Sabrang, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Saat penyematan “gelar” tersebut , Sutanto diminta duduk di atas kursi yang terbuat dari bambu dengan tinggi sekitar tiga meter dan diletakkan di salah satu sudut batuan Candi Windu Sabrang.
Adapun gelar yang diberikan bagi pemilik Studio Mendut tersebut yakni, Ki Ageng Panuntun Gendhing oleh Sitras Anjilin, seorang seniman dari Padepokan Tjipto Budoyo, Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Riyadi, pimpinan Komunitas Seni Merbantu Padepokan Wargo Budoyo, Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis memberikan gelar Ki Ageng Tejo Wukir. Kemudian, Ki Ipangadi dari Sangar Seni Wonoseni, Desa Bandongan, Kecamatan Bandongan, menjuluki Tanto Mendut dengan gelar Ki Ageng Panuntun Jiwa.
Sedangkan Ketua Komunitas Lima Gunung, Supadi Hariyanto yang juga pimpinan Sanggar Seni Andong Jinawi dari Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak menganugerahkan gelar Ki Ageng Cokro Jiwa.
Sementara, Handoko dari Sanggar Seni Dhom Sunthil, Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis memberikan gelar Ki Ageng Syaiquna.
Tidak itu, saja, dua seniman asal Kota Magelang yakni Susilo Anggoro, pimpinan Pendapa Sasana Pamardi Budaya, Kampung Meteseh Lor, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah menjuluki dengan gelar Ki Ageng Bethet Sewu.
Dan seniman dari Sanggar Matematika Kota Magelang, Haris Kertoraharjo, memberinya gelar Ki Ageng Matematika Gunung.
Selain itu, seorang pewarta dari LKBN Antara Hari Atmoko yang juga berkecimpung bersama komunitas tersebut, menjulukinya suami Mami Kato tersebut dengan nama Ki Ageng Kalis Waseso.
Serta pematung asal lereng Merapi tepatnya dari Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Ismanto juga memberikan gelar Ki Ageng Pawang Lintang.
Cupu Manik Astagina
Ketua Komunitas Lima Gunung, Supadi Hariyanto mengatakan, pemberian gelar bagi “Presiden Lima Gunung” yang lengser keprabon di pertengahan tahun ini, bukanlah tanpa sebab.
Baca juga Kehabisan Bensin, Spesialis Curanmor Diringkus Satreskrim Polres Kebumen
Menurutnya, kiprah dari seorang Tanto Mendut bagi para penggiat seni dari Komunitas Lima Gunung sangat penting. Karena, dari tangannya, para seniman dari Lima Gunung ( Merapi, Merbabu, Andong, Menoreh dan Sumbing) menjadi terangkat seperti saat ini.
“Dan, karena Pak Tanto kesenian rakyat yang ada di Lima Gunung tersebut semakin tumbuh. Dan, juga melalui Festival Lima Gunung yang digelar sejak tahun 2001 lalug selalu rutin digelar secara bergiliran tempatnya,’’ ujarnya.
Menurutnya, Tanto Mendut yang dikenalnya tersebut bagai mata elang di angkasa. Mata batinnya seakan-akan seperti cupu manik astagina (sarana untuk melihat dan menjalani hidup dan kehidupan).
“Dan ia juga menerawang apa saja untuk alam semesta, untuk alam kehidupan semua seniman Lima Gunung,” tuturnya.
Sementara itu, Sitras Anjilin dari Padepokan Tjipta Budaya, Tutup Ngisor Kecamatan Dukun mengatakan, gelar ‘ki ageng’ yang diberikan kepada Tanto Mendut ini, menandakan ia yang mempunyai wilayah kebudayaan yang merdeka.
Ia menambahkan, gelar Ki Ageng Panuntun Gendhing yang diberikan kepada ayah dari Shiki Raya, Shakayou Samadyo dan Shuko Sastra Gending tersebutr itu bukan tanpa alasan.
“Bagi saya, Sutanto adalah guru saya, bapak saya, yang menuntun saya pada keselarasan hidup, keseimbangan hidup dalam ranah kebudayaan dan kemanusiaan,” imbuh Sitras.
Sementara Tanto Mendut tidak berkomentar apa -apa atas pemberian gelar oleh para seniman Lima Gunung. Dan, bahkan, ia mengembalikan semua gelar tersebut kepada masing-masing rekan seniman tersebut dengan personifikasi dari masing-masing pemberi gelar tersebut.
Widiyas Cahyono-trs