SEMARANG (SUARABARU.ID) – Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability / bersih, sehat, aman, dan ramah lingkungan) menjadi standar baru penerapan usaha di bidang pariwisata dan bidang sektor pendukung lainnya di tengah pandemi.
Di Kota Semarang, sepanjang Oktober hingga Desember 2020 pihak Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang menggelar berbagai bimbingan teknis bagi pelaku pariwisata dan industri kreatif.
Hal tersebut dilakukan sebagai langkah dalam menyikap pandemi Covid-19 yang terjadi. Sehingga, dengan adanya sertifikasi CHSE ini akan memberi jaminan ke wisatawan dan masyarakat umum terhadap pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.
Kepala Disbudpar Semarang, Indriyasari, mengungkapkan kalau disaat seperti ini industri pariwisata berikut serta sektor kreatif sangat terdampak besar akibat pandemi. Belum lagi masih belum ada kepastian kapan hal ini segera berakhir atau bisa segera ada vaksin bagi Covid-19.
“Disbudpar mendorong pelaku wisata mengajukan sertifikasi CHSE, tujuannya untuk mewujudkan wisata sehat dan aman dari Covid-19. Industri ini tidak boleh berhenti berusaha karena ini menyangkut kesejahteraan. Walaupun pandemi masih belum bisa ditebak kapan berhenti,” katanya kepada SuaraBaru.id.
Tak hanya itu saja, Disbudpar pun terus mensosialisasikan kepada seluruh pengelola tempat wisata terkait sertifikasi CHSE. Dan bagi yang belum mengikuti sertifikasi CHSE untuk segera mendaftarkan diri.
Indriyasari mengatakan, program sertifikasi CHSE ini sebagai strategi menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru (New Normal) di dunia pariwisata. Salah satunya dalam menerapkan protokol kesehatan yang ketat di sektor wisata untuk menciptakan rasa aman dan nyaman.
Pendaftaran sertifikasi CHSE sendiri bisa dilakukan secara daring melalui halaman chse.kemenparekraf.go.id dan melakukan pengisian formulir identitas usaha. Pengelola, atau pelaku wisata.
“Tak hanya di industri pariwisata saja, di industri kreatif juga disosialisasikan soal penerapan CHSE ini. Mulai dari sub-sektor fashion, pertunjukkan, musik, video, kuliner dan sub sektor kreatif lain juga didorong CHSE, terutama penerapan standar protokol kesehatan,” katanya.
Dewan Dorong Sertifikasi CHSE
Tak hanya dari eksekutif saja, perwakilan legislatif Kota Semarang juga mendorong sertifikasi CHSE ini. Bahkan anggota dewan Kota Semarang juga mendesak bagi siapapun yang bergerak dibidang usaha untuk bisa mengikuti sertifikasi CHSE ini.
Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Supriadi, secara terang-terangan mengajak para pelaku usaha wisata yang ada di Kota Semarang, khususnya tempat hiburan untuk melengkapi diri dengan sertifikasi CHSE, karena hal ini penting.
Lebih jauh Supriadi mengatakan, dengan adanya sertifikasi CHSE ini sebagai upaya untuk menghidupkan kembali “nyawa” industri pariwisata dan hiburan Kota Semarang yang beberapa bulan belakangan ini lesu tak bergairah akibat pandemi Covid-19.
“Dengan adanya sertifikasi CHSE ini di tempat pariwisata dan hiburan berarti menandakan tempat tersebut sudah menerapkan protokol kesehatan dengan benar sesuai standar. Apalagi saat ini Kota Semarang sudah dikenal menjadi salah satu kota tujuan wisata kelas nasional,” katanya.
Di tengah fluktuasi angka penderita Covid-19 yang naik turun tak menentu, Supriadi mengakui bahwasannya sangat tidak mungkin selamanya aktivitas warga dibatasi, apalagi jika berbicara tentang aktivitas perekonomian warga, terutama warga kelas bawah.
“Pembatasan kegiatan masyarakat memang merupakan salah satu prosedur pencegahan penyebaran Covid-19, tapi kita tidak bisa tutup mata soal dampaknya ke industri pariwisata dan hiburan. Sehingga jika ingin tetap berjalan maka harus menerapkan standar protokol kesehatan, dan sertifikasi CHSE itu menjadi solusinya,” katanya.
Protokol Kesehatan Tempat Wisata
Sebagai contoh salah satu objek wisata yang terkenal di Kota Semarang, Grand Maerakaca, sejak beberapa waktu lalu sudah mendapatkan sertifikasi CHSE setelah melalui uji kelayakan dari tim Kemenparekraf yang menangani bidang ini.
Di Grand Maerakaca, mulai dari tata cara wisatawan datang berkunjung hingga kebersihan dan keamanan lokasi objek wisatawan sudah menerapkan standar protokol kesehatan ketat sesuai aturan dari pemerintah.
Protokol kesehatan seperti pengecekan suhu, kewajiban masker, cuci tangan, hingga aturan pembatasan jumlah pengunjung dijalankan dengan ketat. Berikut serta penyemprotan sterilisasi sejumlah wahana wisata yang ada menggunakan disinfektan juga dilakukan secara berkala.
“Di setiap sudut lokasi dan di beberapa tempat kami siapkan tempat cuci tangan berikut sabun bagi para pengunjung. Selain itu petugas kami siap menegur pengunjung yang kedapatan melepas masker atau jika ada pengunjung berkerumun,” kata Direktur PRPP yang membawahi Grand Maerakaca, Titah Listyorini.
Pegiat wisata Kota Semarang, Nurul Wahid, saat dimintai tanggapannya soal sertifikasi CHSE di industri pariwisata mengaku tertarik. Dirinya menyatakan hal tersebut menjadi salah solusi terbaik untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata dan hiburan.
Jaminan atas kebersihan, kesehatan, keamanan, serta ramah lingkungan akan menarik para wisatawan untuk berkunjung ke tempat wisata dan hiburan karena semua hal tersebut sudah terpenuhi dan protokol kesehatannya juga sudah diterapkan.
“Bagaimana wisatawan mau berkunjung kalau tidak ada kepastian tempat tersebut sudah menerapkan protokol kesehatan atau belum. Mereka mau bersenang-senang berwisata tanpa mau terkena Covid-19 setelah datang berkunjung,” katanya.
Menurutnya, saat ini di industri pariwisata dan hiburan yang menjadi hal utama adalah bagaimana meyakinkan warga. Masyarakat luas untuk mengetahui bahwa tempat destinasi (wisata) yang ingin dikunjungi bebas dari Covid-19.
“Yang dijual sekarang ini jaminannya, wisatanya nomor dua. Pelaku usaha wisatanya bisa nggak memberikan jaminan tempatnya bebas dari Covid-19. Apakah sudah tersedia wastafel? Jumlah pengunjungnya diatur? Adakah kewajiban pakai masker? Kalau iya, maka pasti wisatawan mau datang,” katanya.
Sektor Pendukung Pariwisata Butuh CHSE
Senada dengan Wahid, Bangun Sudono, salah satu pelaku usaha souvenir wisata berupa oleh-oleh kaos dan makanan khas Kota Semarang mengaku sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Rata-rata dengan penurunan jumlah kunjungan wisatawan yang terbilang sangat signifikan, usahanya mengalami penurunan omzet puluhan juta per bulannya. Bahkan dengan penjualan secara online pun tidak banyak membantu menaikkan pendapatan usahanya.
“Kebiasaan wisatawan membeli itu biasanya datang ke lokasi toko, tapi dengan kondisi pandemi seperti ini orang jadi ragu untuk datang. Oleh karena itu, adanya sertifikasi CHSE tersebut setidaknya memberikan jaminan bahwa toko saya aman bebas dari Covid-19,” katanya.
Bangun mengaku saat ini dirinya sudah mengajukan pendaftaran sertifikasi CHSE melalui daring di situs Kemenparekraf secara gratis. Harapannya permohonan sertifikasinya tersebut bisa segera diproses dan dinilai oleh tim sertifikasi CHSE Kemenparekraf.