Oleh : Hadi Priyanto
Jika Para pemangku kepentingan bersedia membaca dan memahami dengan cermat data dan pola penyebaran Covid-19 di Jepara, tentu akan tumbuh sense of crisis secara kolektif hingga dapat meningkatkan penanganan penyebaran Covid-19 secara lebih komprehensif, integratif dan sinergis.
Persoalannya Satgas tidak pernah melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik untuk melakukan analisa yang komprehensif atas perkembangan penyebaran covid-19. Akibatnya satgas tidak memiliki peta jalan yang harus diimplementasikan dalam langkah-langkah integratif.
Data – data yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kegentingan penyebaran Covid-19 adalah penambahan angka warga yang terkonfirmasi setiap harinya, prosentase warga yang masih positif, pola penyebaran, daya tampung fasilitas kesehatan, positif rate, reproduksi number, hingga angka kematian. Juga jumlah warga yang masuk kategori angka suspek dan probable.
Dari data yang tiap harinya dilaporkan oleh Satgas Penanganan Covid-19 dalam portal resminya misalnya, total warga Jepara yang terkonfirmasi sejak Maret 2020 hingga tanggal 20 Desember 2020 adalah 3.634 orang. Sebab dalam dua hari terakhir ini diumumkan 117 warga Jepara yang kembali terkonfirmasi Covid-19.
Dari data-data itu kita bisa melihat bahwa kurva penyebaran sejak awal masuknya virus corona ke Jepara nampak naik secara signifikan pada awal November hingga minggu ke tiga Desember. Apalagi dalam pekan terakhir ini. Dari tanggal 14 – 20 Desember 2020, jumlah warga yang diumumkan terkonfirmasi covid-19 adalah 459 orang.
Artinya pekan terakhir ini memberikan sumbangan sebesar 12,63 persen dari total warga Jepara yang terkonfirmasi Covid-19. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya tempat karantina tersentral. Akibatnya karena keterbatasn daya tampung rumah sakit sebagian besar warga yang terpapar justru melakukan isolasi mandiri dirumah.
Dampak turunannya dapat dilihat, sebagian besar warga diumumkan yang setiap hari terpapar adalah akibat transmisi keluarga. Sebab disamping rumah tidak memenuhi syarat, juga akibat hasil swab yang pengumumannya terlambat mengakibatnya terjadi interaksi antar keluarga yang menyebabkan penularan. Banyak orang yang diumumkan terkonfirmasi covid-19, diumumkan setelah yang bersangkuitan selesai menjalani isolasi mandiri.
Tidak salah jika para pejabat publik kemudian menyatakan, angka penambahan itu karena testing dan trecing dilakukan secara baik oleh tenaga kesehatan. Namun treatment kita masih lemah. Sebab tidak semua warga yang divonis positif covid dapat dilayani dengan baik mulai perawatannya, obat atau vitamin yang dibutuhkan hingga bantuan logistik. Sebab ternyata tidak semua mendapatkan bantuan pengobatan dan logistisk yang nilainya hanya Rp. 109 ribu.
Performa komunikasi publik satgas juga tidak tidak terkelola dengan baik, apalagi penegakan hukum terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan memakai masker, menghindari kerumunan dan mencuci tangan pakai sabun yang menjadi hulu persoalan ini. Kerumunan dengan mengabaikan protokol kesehatan tetap saja dibiarkan terjadi. 3 M dilihat dari sisi kelembagaan, kebijakan, komitmen dan keteladanan masih sangat lemah.
Padahal dalam teori perubahan perilaku tidak mungkin untuk menumbuhkan budaya baru ini hanya dilakukan dengan himbauan-himbauan yang semakin tidak lagi bermakna. Bahkan semakin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan satgas. Juga membuat orang semakin tidak percaya, bahwa senyatanya virus itu ada. Sementara nampak sanse of crisis para pemangku kepentingan semakin jauh panggang dari api ( * )
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID Wilayah Kabupaten Jepara