blank

Jakarta (SUARABARU.ID)– Masalah pendidikan demokrasi juga kerap terkendala metode mengajar. Seringkali pelajaran tentang demokrasi tidak disampaikan secara demokratis.

Berangkat dari semangat tersebut, Paramadina Institute for Education Reform Universitas Paramadina bekerjasama dengan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) sebuah lembaga Swadaya Masyarakat yang kenamaan dari Jerman menggelar Pelatihan Guru untuk Pendidikan Demokrasi secara online.

Pelatihan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 1 hingga 3 Desember 2020. Kegiatan ini juga bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Peserta pelatihan diprioritaskan untuk guru bidang studi PKN, Agama, Sejarah, dan Ilmu sosial lainnya. Kegiatan ini merupakan program yang ketiga sepanjang tahun ini. Dua pelatihan sebelumnya dilakukan dengan melibatkan guru-guru DKI Jakarta dan sekitarnya.

Adapun pelatihan yang ke 3 ini pesertanya terdiri dari guru SMA-SMK dan SMP dari Kota Bandung.

Pelatihan diikuti oleh 30 peserta dengan rincian 19 peserta perempuan dan 11 peserta laki-laki.

Dilihat dari komposisi mata pelajaran yang diampu, peserta terdiri atas Guru Bidang Studi PKN: 6, Guru Agama: 13, IPS: 7, dan Bahasa Indonesia 4 orang.

Pembukaan dilakukan pada pukul 08.30 dihadiri oleh Ari Dharma Stauss yang mewakili Konrad Adenauer Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia dan Timor Leste, Danang Binuko dari Kementerian Dalam Negeri. Acara dibuka oleh Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif PIER Universitas Paramadina.

Hadir sebagai narasumber, Dr. Mohammad Abduhzen pengamat pendidikan, Fajar Nursahid direktur LP3ES, Danang Binuko dari Kemendagri, Dr. Umar Abdullah dari UIN Raden Fatah Palembang dan Djayadi Hanan, PhD.

Dalam sambutannya Ari Dharma Stauss menyatakan bahwa, program pelatihan ini sesungguhnya telah dilakukan semenjak tahun 2007 dan dilaksanakan secara tatap muka.

“Dalam situasi Pandemi seperti sekarang ini, pelatihan secara online inilah yang bisa kita upayakan untuk tetap melangsungkan program, meski mungkin tidak memuaskan seperti jika dilakukan secara tatap muka, setidaknya ikhtiar untuk terus mengembangkan nilai-nilai demokrasi tidak berhenti,” ucap Ari.

Sementara itu Djayadi Hanan dalam sambutannya banyak menjelaskan mengapa program ini penting dilakukan dengan melibatkan para guru.

“Demokrasi Indonesia yang sedang tumbuh perlu terus dikawal agar makin sehat dan matang. Salah satu cara penting untuk menumbuhkan demokrasi yang baik adalah dengan melakukan pendidikan demokrasi,” terang Hanan.

Guru, lanjut Hanan, adalah pihak yang paling tepat untuk menjadi agen demokrasi di jalur pendidikan, karena guru adalah pihak yang paling dekat dengan para pemilih pemula dan calon pemimpin masa depan, yakni siswa dan siswi yang mereka asuh.

“Masalah pendidikan demokrasi juga kerap terkendala metode mengajar. Seringkali pelajaran tentang demokrasi tidak disampaikan secara demokratis. Oleh karenanya, program ini selain membahas masalah demokrasi juga akan menyinggung metode belajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi,” pungkas Hanan diakhir.

 

Claudia SB