Oleh : Samsul Munir Amin
Harta sebenarnya hanyalah sebuah sarana untuk kelancaran menuju ibadah dan ketakwaan kepada Allah. Makin banyak harta yang dimiliki, maka tingkat ketakwaannya pun harus menjadi semakin menjadi lebih tinggi.
Kebahagiaan dan kedamaian seseorang tidaklah semata-mata terletak pada harta benda yang dimilikinya, akan tetapi kedamaian itu sebenarnya terletak pada kedamaian hati seseorang.
Harta yang berlimpah ruah bukanlah jaminan seseorang akan damai hati dan jiwanya.
Cinta pada harta dapat membuat seseorang terlena ataupun tersiksa sehingga tidak dapat menghayati dengan sebenar-benarnya akan tujuan hidup di ini.
Banyak sekali dampak negatifnya dari sifat cinta pada harta, antara lain: melupakan untuk mengingat kepada Allah, terjerumus mengikuti hawa nafsu, memandang rendah kepada orang lain, lupa akan mati, panjang angan-angan dalam urusan dunia, menimbulkan kesombongan, tidak memiliki nilai solidaritas, dan lain-lain. Cinta kepada dunia juga merupakan sumber dari kejelekan.
Para para ahli hikmah berkata,”Zakat ataupun sedekah adalah pintu gaib penambah rejeki”. Rasa cinta pada harta tidak dapat dihilangkan secara seketika, tetapi harus melalui suatu proses latihan yang terus menerus konsisten.
Zakat dan sedekah adalah salah satu metode yang tepat untuk melatih mengekang rasa cinta pada harta secara berlebihan.
Ary Ginanjar, penggagas ESQ (Emotional Spiritual Quotient), menguraikan tentang investasi zakat dengan indah bahwa prinsip zakat bukan hanya sebatas memberi dua setengah persen dari penghasilan bersih yang kita miliki, tetapi prinsip zakat atau prinsip memberi memiliki arti yang sangat luas seperti memberi perhatian dan penghargaan kepada orang, memahami perasaan orang lain, menepati janji yang sudah kita berikan, bersikap toleran, mau mendengarkan orang lain, bersikap empati, menunjukkan setiap rahman dan rahim kepada orang lain atau suka menolong orang.
Mendorong atau membantu orang lain merupakan investasi jangka panjang dalam rangka menambahkan benih kepercayaan yang menanamkan benih kepercayaan yang sangat dibutuhkan dalam suatu aliansi, karena tidak ada suatu sinergi tanpa kepercayaan, tanpa adanya sikap memberi dan menolong.
Zakat adalah suatu prinsip yang memastikan akan pentingnya sikap memberi.
Zakat akan menghasilkan rasa percaya, sikap harmoni, menghapus prasangka negatif, menumbuhkan solidaritas sosial, dan menciptakan keterbukaan antar sesama. Tanpa ada yang memulai untuk memberi, maka keterbukaan tidak akan pernah terwujud.
Jika dalam suatu lingkungan sosial masyarakat telah tercipta sikap saling memberi, menolong, mempercayai, memperhatikan, toleran, kompromi, empati, menetati janji, kasih sayang, dan sikap-sikap yang positif, tentulah akan dapat diraih kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan ini.
Ternyata zakat itu nikmat, dan ternyata sedekah itu indah. Tidak ada orang jatuh miskin karena bersedekah. Justru sebaliknya dengan berzakat dan bersedekah harta kita bisa menjadi bertambah dan berkah. Karena dengan berzakat, harta kita telah menjadi bersih.
Banyak Sedekah
Dan itu adalah perintah Ilahi yang ditujukan kepada pribadi-pribadi muslim, agar peduli terhadap sesama, agar mereka saling bantu membantu, dengan demikian akan terbina hubungan harmonis antara si kaya dan si miskin. Jika demikian adanya, alangkah indahnya investasi zakat dan sedekah dalam ajaran Islam.
Rasulullah saw bersabda: “Mohonlah rejeki dengan memperbanyak sedekah.”
Abu Bakar RA berkata: “Amal sedekah melindungi orang dari malapetaka kehidupan”
Khadijah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Tidak, demi Allah, Allah tidak pernah meninggalkanmu, sesunguhnya engkau baik kepada keluarga, engkau meringankan beban orang lain, engkau membantu orang yang membutuhkan, dan engkau menolong orang yang tengah mengalami kesulitan”.
Ibnul Qayyim Al-Jauzi dalam karyanya Al-Muntazhim, menceritakan kisah sebagai berikut.
Seorang Gubernur bernama Ibnul Furat terus menerus menimpakan penderitaan kepada Ibnu Jakfar bin Bistam. Dia pun menjalani banyak penderitaan karena ulah sang gubernur itu.
Ketika Abu Jakfar masih kecil, ibunya biasa menyimpan roti di bawah bantalnya. Pada hari berikutnya, dia menyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan atas nama anaknya. Beberapa waktu kemudian dalam hidupnya Abu Jakfar menemui Ibnul Furat untuk beberapa keperluan.
Serta merta Ibnul Furat berkata: “Adakah masalah antara engkau dengan ibumu mengenai roti?”
“Tidak”
“Engkau harus percaya kepadaku” Ibnul Furat memaksa.
Abu Jakfar mungkin malu bercerita tentang ibunya dengan gaya yang mengundang tawa karena lebih mirip gaya bicara seorang wanita.
“Jangan memperolok-olokku” Ibnul Furat menyela, lalu menambahkan “Karena sebelum tidur, tadi malam, aku punya rencana, jika itu berhasil pasti akan menghancurkanmu.
Ketika aku tertidur, aku melihat sebuah pemandangan. Aku mengangkat tanganku mengacungkan pedang dan berlari kehadapanmu untuk membunuhmu.
Ibumu menghalangi jalanku dan di tangannya ada sepotong roti yang digunakannya sebagai penghalang untuk melindungimu dariku. Akibatnya, aku tidak bisa meraihmu. Aku gagal mencelakaimu. Lalu aku terbangun.
Oleh Jakfar kejadian ini dijadikan sebagai pembuka jalan bagi “islah” hubungan di antara keduanya. Ibnul Furat kemudian dengan murah hati membantu Abu Jakfar dalam urusan-urusannya dan mereka pun menjadi sahabat akrab.
Ibnul Furat berkata setelah kejadian itu, “Demi Allah, engkau tidak akan mendengar lagi kejahatanku setelah ini”
Kisah yang indah.
Dan masih banyak kisah-kisah serupa yang menunjukkan akan indahnya orang melakukan zakat dan berderma, sehingga membawa pelakunya menjadi orang yang damai dan terteram dalam hidupnya.
Masih tidak percayakah bahwa zakat dan sedekah itu bisa menjadi sumber perdamaian, kebahagaiaan, dan pintu gaib bagi tambahnya rejeki, serta sebagai penghalang dari malapetaka dan bencana?
Drs HSamsul Munir AminMA, adalah alumni Higher Education Leadership and Management Course MicGill University Montreal Canada, kini Wakil Rektor III, Universitas Sains Al Quran (UNSIQ) Wonosobo.
Saiful Hadi-USM