Suasana acara webinar moderasi beragama yang diselenggarakan Kelompok KKN 82 UIN Walisongo Semarang. Foto: Ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Menanamkan jiwa nasionalisme itu penting, karena nasionalisme itu diukur dengan tingkat moderasi beragama seseorang. Dalam Islam, moderasi merupakan padanan kata dari wasathiyah yang memiliki arti tengah atau pertengahan, dan lawan kata dari ghuluw yang berarti ekstremisme.

Hal itu dikatakan Agus Imam Kharomen, M. Ag. Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang dalam webinar dengan tema “Pentingnya jiwa nasionalisme dan penerapan Islam rahmatan lil alamin di era digital yang diselenggarakan Kelompok KKN 82 UIN Walisongo Semarang.

“Moderasi juga berarti toleran, adil dan mengakomodasi perbedaan yang masih bisa diterima oleh agama. Berdasarkan hal tersebut, maka penanaman dan pengembangan Islam Wasathiyah di kalangan generasi muda menjadi hal yang sangat penting, karena akan menjadi cara pandang mereka untuk memahami dan mendalami Islam, dimana radikalisasi yang menyasar generasi milenial seringkali dimulai dengan pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama,” kata Agus Imam Kharomen.

Dikatakan, menerapkan moderasi beragama itu sangat diperlukan bagi generasi saat ini. Hal itu sebagai upaya untuk mengajarkan bahwa, agama itu bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara pribadi, tetapi juga dapat menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai umat agama lain.

“Maka dari itu, moderasi beragama harus digalakkan terutama di kalangan generasi milenial, dengan tujuan agar para generasi milenial ini juga dapat menerima perbedaan yang ada termasuk perbedaan pendapat di internal Islam sendiri. Dengan adanya sikap moderasi beragama dalam diri kita, maka kita akan mampu mengukur jiwa nasionalisme dalam diri kita,” katanya.

Sikap moderasi beragama sendiri dapat diwujudkan dengan beberapa cara, yaitu memiliki pengetahuan agama secara mendalam, bukan hanya tentang agama Islam saja, tetapi pengetahuan tentang agama lain pun sangat dianjurkan. Selain itu, menghilangkan sikap fanatik, egois dan emosi berlebihan.

“Jika pengetahuan seseorang tentang agama sudah mendalam, maka ia tidak akan mudah untuk menyalahkan apalagi bersikap fanatik terhadap agama lain. Cara yang lain yaitu Terbuka pada perubahan dan ragam pendapat, membangun kerja sama dan toleransi,” kata Agus.

**-trs