Tour de Borobudur, Ini Contoh Penyelenggaraan Event Saat Pandemi
Tour de Borobudur menjadi contoh penyelenggaraan event sport tourism di masa pandemi dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. (doc./istimewa)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pandemi tak membuat perhelatan sport tourism di Jateng terhenti. Dengan merubah konsep dan mengedepankan protokol kesehatan, sejumlah event sport tourism di Jateng tetap bisa digelar sukses, salah satunya Tour de Borobudur.

 

Tour de Borobudur merupakan ajang olahraga tahunan gowes sepeda dari Kota Semarang menuju Candi Borobudur di Magelang yang perhelatannya baru saja usai digelar pada Sabtu (31/10/2020).

 

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, event Tour de Borobudur tahun ini dilaksanakan secara berbeda. Dalam kondisi pandemi seperti ini, perhelatan akbar ini diselenggarakan dengan menyesuaikan protokol Kesehatan.

 

Jika biasanya ribuan peserta start secara bersama-sama, tahun ini peserta dipecah-pecah dalam kelompok kecil dan diselenggarakan sejak Oktober hingga November sebanyak 21 kali. Setiap akhir pekan, rombongan Tour de Borobudur mengikuti event dengan protokol kesehatan ketat dan peserta tidak lebih dari 50 orang.

 

Setelah Tour de Borobudur, event akbar yang selanjutnya digelar adalah Borobudur Marathon. Ajang lomba lari yang fenomenal itu akan mulai digelar pada 15 November mendatang.

 

Pembukaan event Borobudur Marathon dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Usai menutup kegiatan Tour de Borobudur, Ganjar langsung melaunching event Borobudur Marathon.

 

“Setelah Tour de Borobudur, sekarang kita serahterimakan ke Borobudur Marathon. Jadi event tetap jalan, namun dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Ganjar.

 

Ganjar menjelaskan, awalnya memang ada keraguan menggelar sejumlah event termasuk Borobudur Marathon. Namun karena inovasi dan kreasi penyelenggara, maka event ini tetap bisa jalan.

 

“Konsepnya hybrid, jadi ada dua konsep yakni ada yang lari beneran di Borobudur dan ada yang lari virtual. Yang lari beneran ini, kami undang para atlet dan profesional, dan hanya 30 pelari saja,” terangnya.

 

Sementara yang lainnya, bisa mengikuti event ini dengan cara virtual. Mereka bisa berlari di tempat masing-masing dan tetap akan dicatat sebagai peserta.

 

“Ternyata antusiasme masyarakat tinggi. Yang ikut lari virtual itu ada 9.090 orang. Jadi ini sport tourism bisa jalan, dan event tetap terselenggara dengan baik,” katanya.

 

Memang perhelatan Borobudur Marathon tahun ini tidak bisa memberikan dampak besar pada sektor ekonomi. Sebab, pembatasan peserta dilakukan, sehingga orang tidak bisa berbondong-bondong datang ke Borobudur.

 

“Kalau tahun lalu kan orang bisa berbondong-bondong datang, mengajak keluarga, teman dan membuat Balkondes penuh, UKM laris dan lainnya. Kalau tahun ini sepertinya tidak. Tapi ini sekaligus belajar, bahwa event besar Borobudur Marathon tidak hilang, tapi dimanajemen yang baik dan penerapan protokol kesehatan yang ketat,” ucapnya.

 

Penyelenggara Borobudur Marathon, Lukminto Wibowo menjelaskan, nantinya hanya ada 30 pelari yang mengikuti Borobudur Marathon di Magelang. Mereka adalah para atlet yang diundang khusus mengikuti acara itu.

 

“Mereka akan berlari di dalam kawasan Candi Borobudur. Jadi, nantinya mereka akan berlari mengintari candi sebanyak 12 kali untuk menyelesaikan full marathon berjarak 42 km. Sementara yang lainnya sebanyak 9.090 akan mengikuti secara virtual di tempatnya masing-masing,” katanya.

 

Masyarakat Magelang sendiri sangat senang dengan adanya event-event di Borobudur. Menurut mereka, dengan adanya event maka nama Borobudur dan Magelang menjadi terkenal.

 

“Saya sangat senang, karena event-event yang digelar ini pasti membawa nama baik Borobudur dan Magelang. Adanya event di sini, membuat Borobudur sebagai warisan nenek moyang akan tetap lestari,” kata sesepuh desa Sabrangrowo Borobudur, Basuni Supriyadi.

 

Meskipun tahun ini perhelatan digelar berbeda dari tahun sebelumnya, namun tidak mengurangi kebahagiaan masyarakat Magelang. Menurut Basuni, masyarakat akan tetap mendukung penuh event yang akan dilaksanakan.

 

“Meskipun tidak semeriah tahun lalu, tapi kami tetap akan memberikan dukungan. Mungkin kami hanya bisa menyaksikan dan memberikan semangat dari luar pagar, tapi tidak apa-apa. Kami tetap bahagia,” pungkasnya.

 

Inovasi Penyelenggaraan Event

 

Terpisah, Kepala Disporapar Jateng, Sinoeng N. Rachmadi, mengatakan event Tour de Borobudur dan Borobudur Marathon menjadi ajang ujicoba bagaimana menyelenggarakan sebuah acara sport tourism di masa pandemi namun tetap mengikuti protokol kesehatan.

 

Kepada SuaraBaru.id Sinoeng mengungkapkan bahwasannya ini menjadi rintisan percontohan untuk penyelenggaran event – event lainnya untuk menggalakkan kembali dunia pariwisata, khususnya di Jawa Tengah.

 

“Yang paling penting itu adalah jangan sampai kehilangan momentnya, apalagi Tour de Borobudur dan Borobudur Marathon ini merupakan event tahunan dan sudah menjadi trade mark terkenal sport tourism di Jawa Tengah,” katanya.

 

Sinoeng menjelaskan, teknisnya bagi peserta event tersebut dibatasi hanya diikuti 30 pelari lokal profesional saja tanpa keikutsertaan peserta asing. Sedangkan bagi peminat lainnya diarahkan untuk mengikuti secara virtual tanpa harus hadir secara fisik di lokasi.

 

“Jadi peserta lainnya mendaftar online dan diberikan nomor registrasi, dan pada saat acara bisa berpartisipasi dengan mengikuti rute virtual sesuai aplikasi. Yang mengikuti sampai finish akan mendapat sertifikat dan medali yang dikirimkan ke rumah,” katanya.

 

Dengan cara seperti ini, Sinoeng menjelaskan, menjadi inovasi baru membangkitkan kembali pariwisata Jawa Tengah. Karena pasca penetapan status pandemi pada pertengahan Maret 2020, pariwisata Jateng terjun bebas hingga 70 persen.

 

Mengembalikan pariwisata seperti sebelumnya kata Sinoeng sangatlah tidak mungkin, sekarang ini adalah bagaimana semua orang beraktifitas tidak seperti kemarin lagi, karena sekarang paradigmanya adalah wisata new normal, wisata dengan protokol kesehatan.

 

Sinoeng menjelaskan, saat ini kunci utama untuk pariwisata adalah kolaborasi. Paket-paket wisata dikembangkan untuk pasar lokal dan juga antar provinsi. Tak hanya wisata utamanya saja, namun sektor pendukung lainnya.

 

Tak hanya itu saja, Sinoeng mengatakan saat inipun Pemprov Jateng juga sedang bersinergi dengan para netizen dunia maya serta peran jurnalis media, karena dirasa partisipasi publik dalam hal pengembangan pariwisata terbilang signifikan penting.

 

“Kami sedang menggalakkan hashtag #DiJatengAja dan #TukuProdukKancaneDewe, ini untuk mendorong minat masyarakat berwisata di Jateng dan menggerakkan perekonomian dengan membeli produk buatan lokal. Karena bagi kami kekuatan sosial media ini penting,” katanya.

 

Mengatasi Krisi Kecemasan dan Kepercayaan

 

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Eko Suseno HRM, saat dimintai keterangan SuaraBaru.id mengatakan kalau pariwisata di Jateng tidak kehilangan momentumnya.

 

Menurutnya, pandemi Virus Corona yang terjadi saat ini ternyata menyimpan sesuatu yang tersembunyi bagi setiap warga masyarakat, yaitu keinginan yang sangat terpendam orang – orang untuk pergi berwisata.

 

“Contohnya seperti kejadian ramainya orang berwisata ke Gunung Telomoyo hingga menimbulkan kerumunan dan kemacetan karena banyak orang pergi piknik ke sana. Dari sini bisa dilihat, kalau misalkan belum bisa mendatangkan kunjungan wisatawan luar, maka bisa memanfaatkan kunjungan lokal, efeknya bisa mendorong perekonomian,” katanya.

 

Walau begitu, Eko menjelaskan, ke depannya memang harus ada pengembangan lokal yang menggarap pariwisata dari dua sisi, yaitu suply and demand set. Mengedukasi industri dan pelaku pariwisata menyesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.

 

“Harus clean, safety and sustainable. Karena akar utamanya adalah mengatasi krisis kecemasan dan kepercayaan, frame set-nya harus dibangun. Mindset-nya (tempat wisata) kalau dibersihkan dan terjamin maka orang akan yakin (untuk datang), karena sebenarnya banyak orang yang mau (piknik) tapi tidak aware (tempatnya aman selamat),” katanya.

 

Tak hanya itu, Eko memberikan masukan agar para stakeholder pariwisata bisa mengelola krisis kecemasan dan kepercayaan dengan cara ‘meyakinkan’. Kalau hal ini bisa berhasil ditangani maka efeknya bisa berdampak ke hal lainnya, utamanya perekonomian.

 

Ke depan, Eko memperkirakan, trend pariwisata yang bisa berkembang dan sesuai dengan kondisi pademi saat ini adalah pariwisata model open space (wisata alam) dan eco tourism. Nantinya pangsa pasar pariwisata model ini akan dikuasai sebanyak 35 persen anak-anak muda.

 

“Trend ke depan itu eco tourism dan open space. Dan tema besarnya ada 5 hal, yaitu sense, fell, relate, think and act. Intinya mereka yang berwisata itu merasa harus ada sesuatu hal baru yang didapat dan dipelajari,” katanya.