Menuju Hukum yang Ber-Pancasilais
Oleh: Ira Alia Maerani
DEMONSTRASI penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law mewarnai pemberitaan di media sosial satu pekan terakhir pasca disahkan Senin, 5 Oktober 2020. Aksi penolakan terhadap undang-undang ini terjadi di beberapa wilayah di tanah air. Banyak cerita dan kisah di balik gelombang demonstrasi di tengah masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Sudah banyak artikel dan pemberitaan media yang mengupas aksi mereka. Beredar banyak ulasan dan video aksi demonstrasi dalam waktu singkat melalui media sosial.
Masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi sedang menorehkan sejarah negeri. Semoga sejarah berakhir bahagia bagi semua. Sebagaimana amanah Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI Tahun 1945) dimana terbentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintahan yang terbentuk memiliki misi untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Amanah konstitusi amat jelas kemana arah negeri ini. Yakni menuju kebahagiaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang berdaulat yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; Persatuan Indonesia: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sejatinya, nilai-nilai Pancasila menjadi pijakan nilai dalam pembuatan sebuah produk perundang-undangan. Mengingat Pancasila berperan sebagai ideologi negara, dasar negara, sistem nilai dan etika dalam berbangsa dan bernegara; pandangan hidup bangsa, maupun sebagai problem solving dalam mengatasi berbagai polemik dan permasalahan bangsa.
Para pembuat hukum pada tahap legislasi senantiasa dinaungi oleh “cahaya Ilahi” ketika merumuskan dan menghasilkan sebuah produk perundang-undangan sebagaimana bunyi. sila pertama Pancasila.
Substansi sebuah produk perundang-undangan sejatinya bernuansa nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Menghargai dan menempatkan manusia sebagaimana ALLAH menempatkan manusia sebagai hamba-Nya yang mulia. Manusia dengan kelebihan dan keterbatasannya. ALLAH ciptakan laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik masing-masing. Maka sebagai pengejawantahan rasa kasih sayang pada ALLAH dengan cara memperlakukan sesama manusia dengan adil dan beradab.
ALLAH menganugerahkan perempuan memiliki kodrat yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Ketika haid, ada perempuan yang mengalami rasa sakit yang luar biasa di saat hari pertama dan kedua darah haid keluar. Kondisi ini bukanlah pilihan. Akan tetapi takdir dari Sang Pencipta. Maka sudah merupakan bagian dari sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab jika sebuah produk perundang-undangan dan perjanjian kerja memberikan izin haid ketika kondisi seperti ini terjadi. Tanpa mengurangi haknya terhadap upah.
Sama halnya ketika seorang perempuan hamil, melahirkan dan menyusui. Perempuan pekerja yang berkontribusi besar terhadap perekonomian keluarga dan bangsa ditambah beban besar tanggung jawab reproduksi ini sudah selayaknya disupport baik secara moril dan materiil. Bahkan tugas mulia ini difirmankan ALLAH dalam Al-Qur’an surat Al Baqoroh Ayat 233 dimana agar ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.
Bentuk dukungan materiil dan moril terhadap ibu dan bayi nampak dari perintah tanggung jawab ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian mereka. Oleh karena itu, sebagai bagian dari implementasi taat pada sila pertama dan kedua Pancasila sudah selayaknya dunia kerja memberikan tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan beras, dan tunjangan lainnya terkait dengan nafkah keluarga yang menjadi tanggung jawab ayah. Dalam rangka membentuk keluarga Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana amanah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Aline ke-2. Termasuk memberikan hak cuti hamil, melahirkan, dan menyusui kepada ibu pekerja tanpa mengurangi hak-hak mereka akan upah di saat cuti tersebut.
Memprioritaskan kepentingan rakyat Indonesia sebagai implementasi sila Persatuan Indonesia. Cinta pada rakyat sendiri. Cinta produk bangsa sendiri dan menggunakannya. Tidak melakukan import sementara petani di negeri sendiri menghasilkan produk yang sejenis. Sudah selayaknya memperlakukan rakyat menjadi raja di negeri sendiri. Mengangkat derajat bangsa sendiri dengan cara mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap mereka yang miskin dan masih termarginalkan secara ekonomi dan sosial. Secara sigifikan pun mengangkat kualitas pendidikan rakyat. Memberikan anggaran porsi yang besar untuk perbaikan pendidikan anak bangsa. Pendidikan berkualitas dengan biaya minim karena disubsidi besar dari anggaran yang juga didapat dari rakyat melalui pajak dan sebagainya. Kebijakan ini diperkuat dengan menerbitkan produk hukum terkait.
Penolakan secara massif terhadap sebuah produk perundangan menghasilkan sebuah pertayaan,”Sudahkah para pembuat produk hukum ini mengajak rakyat untuk bermusyawarah untuk menghasilkan sebuah produk hukum yang pro rakyat yang dipimpin oleh hikmat?” Musyawarah untuk membuat sebuah produk hukum yang mendasarkan pada kebenaran dan keadilan bagi rakyat. Sebagaimana amanah sila ke-4 Pancasila. Sudah selayaknya para wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan dan pemerintahan mengeluarkan sebuah kebijakan yang sesuai dengan hati nurani rakyat yang dipimpin oleh kebijaksanaan dengan mengedepankan nilai-nilai musyawarah untuk mufakat.
Apabila para pengambil kebijakan telah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sila pertama hingga keempat dengan baik, maka diharapkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tercapai. Sebagai rumusan sila pamungkas dari sila-sila Pancasila mengandung arti bahwa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan potret kesejahteraan, kemakmuran dan kejayaan sebuah bangsa. Sebuah ide, gagasan, konsep, tujuan yang sudah ditorehkan para founding fathers kita dalam rumusan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan mewujudkan sebuah produk hukum yang ber-Pancasilais, mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. (Dr. Ira Alia Maerani, dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang)
Suarabaru.id