WONOSOBO (SUARABARU.ID)-Pemkab Wonosobo bersama, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat (Ormas) dan dunia usaha membulatkan niat dan mempertegas komitmen untuk bekerja sama dan bergotong royong melakukan upaya percepatan pencegahan dan penanganan stunting di Wonosobo.
Hal itu mengemuka dalam “Rembuk Stunting Kabupaten Wonosobo dan Penandatangan Komitmen Bersama” yang digelar Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat di Ruang Mangoenkoesoma Setda setempat, Senin (21/9).
Acara dibuka Bupati Wonosobo Eko Purnomo dan dihadiri Sekda One Andang Wardoyo, Kepala Bappeda Tarjo, Plt Kepala Dinas Kesehatan dr Mohammad Riyatno MKes dan Kabag Humas dan CSR PT Tirta Investama Basuki Rahmat.
Kepala Bappeda Wonosobo Tarjo mengatakan dalam komitmen bersama tersebut ada enam poin yang sampaikan, pertama Pemkab setempat bersama masyarakat, perusahaan, LSM/NGO, dan para pihak lainnya berkomitmen untuk melaksanakan upaya-upaya percepatan pencegahan dan penanganan stunting di Wonosobo.
“Kedua, penganggaran untuk percepatan pencegahan dan penanganan stunting bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Dana Desa, Dana CSR, dan sumber dana lain yang sah,” ujar pria yang juga menjabat Plt Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos PMD) itu.
Pencegahan Terintegrasi
Ketiga, imbuhnya, dalam rangka percepatan pencegahan dan penanganan stunting, semua Desa dan Kelurahan wajib menganggarkan program dan kegiatan melalui dana Desa dan Kelurahan dengan mengacu pada lima paket layanan sesuai Perbup No : 57/2019 tentang Percepatan Penurunan dan Pencegahan Stunting Terintegrasi di Wonosobo.
“Memperhatikan hasil evaluasi tahun sebelumnya dan juga sesuai kondisi persoalan yang dihadapi. Keempat peran Tim Koordinasi Kabupaten (TKK) untuk percepatan pencegahan dan penanganan stunting lintas sektor konvergensi harus ditingkatkan,” bebernya.
Menurutnya, kelima yakni para Camat wajib melakukan fungsi koordinasi dalam perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program dan kegiatan di Desa/Kelurahan dengan menggunakan sumber daya yang ada di desa/kelurahan untuk kepentingan percepatan pencegahan dan penanganan stunting.
“Keenam monitoring dan evaluasi secara terpadu dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan harus terus dilakukan demi perbaikan dan pencapaian kinerja yang lebih optimal,” bebernya.
Bupati Wonosobo Eko Purnomo mengatakan pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sekitar tujuh bulan ini, telah dirasakan dampaknya bersama, terutama di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, yang sangat berpotensi meningkatkan angka stunting, dan berpotensi mengancam target menurunkan angka stunting, hingga 14 persen pada tahun 2024 nanti.
“Hal tersebut terlihat dari hasil survei Balitbangkes Kemenkes pada 4.798 puskesmas. Sebanyak 43,51 persen Posyandu, menghentikan kegiatannya selama pandemi, 37,23 persen mengalami penurunan kegiatan, dan 18,70 persen posyandu melakukan kegiatan seperti kondisi normal,” tandasnya.
Posyandu Turun
Kondisi ini, sambung Eko, juga terjadi di Wonosobo, di mana layanan Posyandu balita maupun ibu hamil mengalami penurunan. Baik karena penghentian penyelenggaraan Posyandu maupun faktor ketakutan masyarakat untuk mengunjungi Posyandu dan fasilitas kesehatan ibu dan balita.
Namun, Bupati juga mewanti-wanti, di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, masalah gizi tetap harus menjadi prioritas yang tidak boleh di abaikan. Pemkab Wonosobo tetap berkewajiban untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat.
“Seluruh OPD bersama stakeholder terkait, harus melakukan inovasi-inovasi dalam kondisi pandemi, agar upaya pemenuhan gizi masyarakat, utamanya bagi mereka yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita, bisa tetap terpenuhi, dengan tetap menerapkan secara ketat protokol kesehatan. Perkuat dan gunakan kearifan lokal di masing-masing wilayah”, pintanya.
Bupati Eko menandaskan, prevalensi stunting di Wonosobo masih tinggi, hal ini sangat perlu untuk segera diatasi bersama.
Baik Pemkab kmaupun Pemdes, individu, komunitas, CSR, lembaga donor maupun swasta, harus bersinergi dan bersatu, dalam upaya penanggulangan stunting.
“Saya harapkan mereka dapat meningkatkan komitmen bersama, dalam penurunan dan pencegahan stunting di Wonosobo. Kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting adalah di 1000 HPK, sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita dibawah dua tahun (baduta), baik melalui intevensi gizi spesifik, maupun intervensi sensitive, perlu terus di upayakan,” katanya.
Eko meminta intervensi yang dilakukan, tidak hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga dilaksanakan oleh sektor yang lain, yang juga sangat penting perannya, untuk mendukung upaya pencegahan stunting.
Karena tingkat keberhasilan program ini sangat dipengaruhi sektor non kesehatan, dengan proporsi dukungan mencapai 70 persen.
Muharno Zarka-Wahyu