blank
BERDOA DI LUAR: Puluhan umat Khonghucu berdoa di luar Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban. (dok)

TUBAN (SUARABARU.ID) – Puluhan umat Khonghucu berdoa di luar Tempat Ibadah Tri Darma (TITD/Kelenteng) Kwan Sing Bio Tuban, Jatim, Rabu (16/9). Mereka terpaksa bersembahyang di luar pagar utama karena kelenteng digembok dan dirantai dari luar.

Ketua Penilik (Demisioner) TITD Kwan Sing Bio Alim Sugiantoro menuturkan doa ini dimaksudkan agar konflik cepat selesai sehingga umat bisa beribadah lagi di dalam kelenteng. Untuk itu, pihaknya telah mengirim surat supaya Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimmas) Buddha Kementerian Agama (Kemenag) RI mencabut surat tanda daftar rumah ibadah Buddha untuk TITD Kwan Sing Bio, karena itu adalah kelenteng sudah 200 tahun yang lalu, dan bukan vihara.

”Kami juga menempuh jalur hukum dengan menggugat Dirjen Bimmas Buddha ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena menerbitkan surat tanda daftar rumah ibadah Buddha. TITD Kwan Sing Bio tidak bisa dibuddhakan,” ujar Alim Sugiantoro, kemarin. ”Kelenteng Tuban sudah ada lebih dari 200 tahun,” tandasnya.

Dia meminta janganlah mengorbankan umat. Sebaiknya Dirjen Bimmas Buddha mengevaluasi keputusannya, dan mau mencabut surat tanda daftar rumah ibadah Buddha itu. Dengan demikian, kubu Mardjojo Cs tak lagi arogan dan merasa memiliki kekuatan untuk ”menguasai” kelenteng. Padahal, sudah ada keputusan Pengadilan Negeri (PN) Tuban No 11/Pdt.G/2020/PN Tuban yang menyatakan Mardjojo Cs sebagai Tergugat 1 dan Tergugat 10 telah melakukan perbuatan melawan hukum.

”TITD Kwan Sing Bio sudah menjadi bangunan cagar budaya selama 50 tahun. Mosok mau dibuddhakan, ya ndak bisa,” ungkap pengusaha properti ini. ”Yang paling penting adalah kembalikan Kelenteng Kwan Sing Bio seperti sedia kala sehingga umat bisa beribadah dengan tenang dan lancar,” paparnya.

Alim pun mengklarifikasi soal penggembokan. Yang terjadi sesungguhnya adalah penggembokan dari luar yang dilakukan Mardjojo Cs. Dia meminta hal ini jangan dipelintir.

”Gembok dari dalam memang dilakukan pengurus setiap jam ibadah selesai. Kalau malam tidak digembok, maling bisa masuk. Faktanya seperti itu, tapi dipelintir oleh kubu mereka,” imbuhnya.

Pria yang selalu tampil kalem ini sekali lagi meminta umat jangan dikorbankan. Biarkan mereka beribadah dengan tenang. Pengurus yang berkonflik biar menyelesaikan kasusnya secara hukum.

Sementara itu, Farida Sulistyani, kuasa hukum pengurus demisioner Kelenteng Kwan Sing Bio, menjelaskan kronologi penggembokan yang terjadi pada 27 Juli lalu. ”Kelenteng digembok pakai rantai oleh pihak M setelah umat melakukan sembahyang. Bahkan, saat digembok masih ada beberapa orang yang sedang berada di dalam kelenteng,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dirjen Bimmas Buddha Caliadi menyatakan rumah ibadah tidak boleh ditutup hanya karena terjadi urusan perselisihan di antara pengurus. ”Silakan masuk ke ranah hukum di pengadilan. Rumah ibadah itu bukan milik pengurus, tetapi umat. Harus dibuka untuk kepentingan ibadah umat,” ujar Caliadi dalam sebuah rekaman video yang dikirimkan.

Farida Sulistyani berharap agar permasalahan ini dapat cepat selesai, Dia juga mengimbau seluruh pihak untuk ikut melestarikan Kelenteng Kwan Sing Bio yang sudah berusia 247 tahun dan merupakan kelenteng terbesar di Asia Tenggara.

rr