PEKALONGAN (SUARABARU.ID)– Sedekah Bumi dan Parade Pecing (orang-orangan sawah) di area persawahan Desa Bantarkulon, Lebak Barang, Kabupaten Pekalongan, diyakini merupakan salah satu bagian dari daya tarik wisata tematik di daerah itu.
Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kabupaten Pekalongan, Eko Ahmadi di Desa Bantarkulon, Minggu (23/8/2020) mengatakan, kegiatan ini antara lain bertujuan untuk menggerakkan wilayah ini menjadi desa produksi dan wisata tematik.
”Selain untuk melestarikan tradisi yang sudah ada, melalui kegiatan seperti ini kami berharap agar kunjungan wisatawan ke Desa Bantarkulon bertambah. Kemudian lama tinggal pengunjung juga meningkat, sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.
BACA JUGA : Kalau Sembilan Pejabat Pemkot Tegal Tak Kembalikan TPP, Akan Lanjut Penyidikan
Dia menambahkan, Desa Bantarkulon memiliki tiga bidang unggulan, yakni pertanian, industri olahan dan pariwisata. ”Kami berharap, ketiganya bisa berkolaborasi untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar dia lagi.
Pada parade pecing (orang-orangan sawah untuk mengusir hama burung-red) yang dipasang berderet mengelilingi kompleks persawahan Desa Bantarkulon itu, sengaja dipamerkan setelah diarak keliling desa.
”Acara kali ini adalah soft launching desa wisata tematik, melalui sedekah bumi dan parade pecing. Keduanya merupakan tradisi yang harus tetap dilestarikan,” imbuh Kepala Desa Bantarkulon, Sumadri.
Simbol Kehidupan
Dia menjelaskan, baik sedekah bumi maupun pecing, memiliki makna tersendiri. Sedekah bumi, dalam hal ini merupakan wujud syukur dari para petani atas panen yang telah dilimpahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada petani.
”Pembuatan tumpeng sedekah bumi dilakukan sebagai wujud syukur dan terima kasih petani, karena diberikan panen yang baik. Sedekah juga berati mengawali benih yang baik untuk pertanian selanjutnya,” terang dia.
Pecing katanya biasa digunakan para petani, untuk mengusir hama burung Pipit yang kerap memakan padi. Bentuk atau wujud dari pecing ini berbagai macam, tergantung selera pembuatnya.
”Khusus untuk parade pecing kali ini, kami membebaskan para peserta untuk membuat pecing dengan wujud dan bahan apa pun, sebagai simbol kehidupan dan makna keadaan petani, yang bukan lagi konsumen, namun wajib jadi produsen,” pungkasnya.
Riyan-Sol