TEGAL (SUARABARU.ID) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tegal, minta sembilan pejabat Pemerintah Kota Tegal, untuk mengembalikan selisih dana Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang telah diterima sejak Tahun 2015-2017.
Dana TPP yang harus dikembalikan oleh sembilan orang kepada negara terakhir pada 3 September 2020 mendatang sesuai pernyataan mereka yang dibuat Rabu 12 Agustus 2020 lalu. Besaran uang yang harus dikembalikan ke negara bervariasi dari mulai Rp 63 juta hingga Rp 126 juta lebih.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Tegal, Dr Jasri Umar SH MH dikonfirmasi di kantornya, Jumat (21/8/2020) menjelaskan, setelah ditelaah dan diteliti, TPP yang diterima oleh sembilan orang itu masuk ranah korupsi.
”Tetapi kawan-kawan sembilan orang ini beralasan dia menang diperkara Tata Usaha Negara (TUN), sedangkan kita tahu putusan TUN itu tidak mengikat. Maksud tidak mengikat adalah tidak punya usaha paksa,” katanya.
Sejak sembilan orang diberhentikan dari jabatannya (non job) diisi oleh sembilan orang yang lain. Inilah yang menerima TPP karena dia yang masuk bekerja. Jadi persyaratan penerima TPP adalah dia masuk kerja.
“Contoh, saya tidak masuk kerja dan saya tidak absen, saya tidak terima tunjangan remunerasi. Ini sekarang dia terima, tapi sembilan orang tersebut beranggapan bahwa itu hak dia. Hak dia yang dibilang oleh TUN itu adalah agar Wali Kota mengembalikan ke posisi jabatan dia, bukan masalah TPP yang dibahas disitu. Hanya itu,” kata Kajari Jasri Umar.
Saat disinggung bagaimana apabila sembilan orang akan bertahan dengan keputusan PTUN yang sudah inkracth? “Kalau menurut saya terserah aja, kalau begitu. Jadi kalau dia bertahan disitu kita adu nanti dipersidangan, apakah presepsi saya itu korupsi atau presepsi mereka tidak korupsi. Gitu aja,” tegas Jasri.
TPP diberikan 2015-2017 pada saat mereka non job. Jadi staff, tapi tetap menerima TPP. Awalnya ada laporan, laporannya double anggaran.
Kepala Inspektorat Kota Tegal, Praptomo WR SH saat dikonfirmasi tidak berkomentar banyak.
“Sementara saya nggak mau komentar mewakili teman-teman, sebaiknya kalau pas kumpul saja,” kata Praptomo singkat.
Sedangkan Khaerul Huda (purna tugas) menyampaikan, lebih bagus tanya ke Kajari. “Saya nitip pesan bahwa kami itu putusan PTUN itu sudah inkracht bahkan ajukan PK dan ditolak oleh MA,” kata Khaerul Huda.
Saat ditanya apa betul sudah tanda tangan sanggup mengembalikan pada 3 September 2020? “Makanya dikonfrontir dengan adanya inkracht. Saya nggak mau komentar karena sudah saya serahkan ke lawyerku,” pungkas Khaerul.
Nino Moebi