blank
Ilustrasi tentang pernikahan dini. Foto: idntimes

SEMARANG  (SUARABARU.ID) – Dispensasi bagi calon pengantin usia dini adalah problem bagi bangsa Indonesia. Masalah ini  harus dipikirkan pemerintah. Hal itu disampaikan Ketua Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender Dr. Indra Kertati dalam Peringatan  Hari Anak Nasional 23 Juli 2020,  dalam siaran persnya, Minggu.

blank
Dr. Indra Kertati Ketua Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender Dr. Indra Kertati . Foto: Hum

Menurutnya, media memberitakan perkawinan anak terjadi dan jumlahnya banyak, bahkan ada yang dua kali lipat. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019  tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 menyebutkan,  perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Ini adalah upaya untuk mencegah anak-anak di bawah umur menikah. Upaya ini membutuhan proses,“ kata Indra Kertati.

Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Untag itu menunjukkan data, beberapa kabupaten kota di Jawa Tengah masalah pernikahan dini mengalami peningkatan tajam. Misalnya Kabupaten Rembang tahun 2019 sebanyak 70 kasus tahun 2020 dalam waktu enam bulan naik menjadi 150 kasus. Kabupaten Jepara mencapai 234 kasus, sementara  tahun 2019 dalam bulan sama, 2 Januari – 23 Juli terjadi  146 kasus. Kabupaten Demak 157 tahun 2020 (enam bulan), sementara  12 Agustus-20 Desember 2019 masih mencapai 63 kasus (lima bulan).

Kabupaten Blora 17 Juli-20 Desember 2019 terdapat dispensasi kawin  100 kasus, namun 2 Januari-23 Juli 2020, melonjak menjadi 203.   Kabupaten Kendal  Januari-Desember 2019 terdapat  125 kasus, tahun 2020 Januari-23 Juli 2020 sudah mencapai 179 kasus.

Pencegahan

“Harus ada upaya afirmatif yang bukan saja dari pemerintah, pemerintah daerah, namun juga dari tokoh masyarakat, ormas, termasuk secara khusus orang tua” ujar Indra Kertati yang direktur  Lembaga Peneltian dan Pengkajian Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang .

Tayangan nikah muda yang dipertontonkan di TV , berita-berita artis atau tokoh terkenal, maupun tontonan film layar lebar  menginsipirasi remaja mengambil keputusan untuk menikah usia muda. Anggapan bahwa menikah muda akan memberikan  kesempatan  untuk bisa mencapai karir tinggi setelah melahirkan anak adalah anggapan yang keliru, tambahnya.

Upaya afirmasi yang harus digerakkan secara khusus adalah meningkatkan pendidikan seks khususnya  reproduksi sehat. Daya jangkau pemerintah daerah dapat diperluas dengan memberikan tanggungjawab pada pemerintah desa/kelurahan. “Orang tua, tokoh masyarakat, wajib untuk mendengarkan suara anak-anak, mencegah pacaran dengan kekerasan, mengembalikan marwah pendidikan agama sebagai basis dalam pencegahan perkawinan anak,” tandas Indra Kertati.

Spiritualitas Sosial

Pada masa pandemi covid-19, saatnya meleburkan diri dalam keluarga untuk membangun spiritualitas sosial . Menggunakan ajaran kebaikan, ketulusan dan saling menolong antarsesama untuk mencegah kekerasan seksual yang terjadi pada remaja dengan pacaran yang vulgar. “ Sebagai mahkluk sosial, saling mengingatkan dalam kebaikan adalah hal wajar dan harus menjadi nilai-nilai yang dihormati. Anakku, anakmu, anak kita adalah bagian penting harus kita jaga bersama,” tandas Indra Kertati.

Persoalan kawin di bawah usia bukan persoalan sederhana. Dampaknya saling berkaitan. Bagi anak perempuan setelah hamil dan melahirkan, akan putus sekolah karena malu. Jika mereka di keluarga miskin, akan memunculkan  kemiskinan baru karena belum bekerja.  Belum lagi persoalan lain seperti kesehatan, ekonomi, tenaga kerja dan beban-beban lainnya.

Humaini-trs