JEPARA (SUARABARU.ID– Berita kehamilan 240 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Jepara seakan mencoreng dunia pendidikan Jepara.
Pasalnya, dalam berita yang telah viral ditingkat nasional tersebut ditulis 240 siswa SMA di Jepara kedapatan hamil hingga mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara. Rata-rata mereka berumur 16 tahun atau sekitar kelas XI. Mirisnya jumlah tersebut hanya terjadi dalam kurun waktu Januari-Juni 2020.
Terkait dengan berita tersebut Suarabaru.id meminta tanggapan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMA Kabupaten Jewpara, Udik Agus DW, S.Pd, M.Pd. Dalam wawancara via watsapp Jumat (24/7-2020) malam, Udik Agus DW mengaku kaget membaca berita dari salah satu media online tersebut.
“Berita ini (240 siswi SMA hamil-red) kalau saya baca, sumbernya hanya berdasarkan pernyataan yang dikutip dari Ketua Panitera Pengadilan Agama (PA) Jepara. Padahal, sumber pembanding untuk lebih berimbang sebenarnya banyak. Bisa pihak sekolah, praktisi pendidikan atau stake holder pendidikan di Jepara,” ujarnya.
Ia menambahkan, adanya siswa yang hamil dan menikah pada saat masih sekolah memang tidak bisa dipungkiri. “Memang ada kasus seperti itu, namun jarang terjadi, dan jumlahnya juga tidak sampai sebanyak itu”, lanjutnya.
Dalam pandangannya, tidak mungkin siswa SMA di Jepara pada kurun waktu enam bulan hamil sebanyak itu. Di Jepara terdapat 23 SMA yaitu 10 sekolah negeri dan 13 sekolah swasta. “Para kepala sekolah secara rutin berkomunikasi, termasuk membicara persoalan sosial yang dihadapi oleh anak-anak. Tidak pernah ada pembicaraan tentang kasus siswa hamil seperti itu,” katanya.
Dia menyatakan ragu dengan apa yang disampaikan Ketua Panitera Pengadilan Agama Jepara. Atau, jangan-jangan wartawannya kurang cermat mengutip penjelasan dari Ketua Panitera. Berita ini menurut saya hanya bombastis saja.
“Kami merencanakan untuk melakukan klarifikasi atas data tersebut ke Pengadilan Agama Jepara sebagai bahan untuk evaluasi kami,” pungkas Ketua MKKS SMA Kabupaten Jepara Udik Agus DW yang juga menjabat sebagai Kepala SMA N 1 Jepara.
Sementara Ketua Musyararah Kerja Kepala Sekolah SMK Kabupaten Jepara, Drs Subandi juga meragukan validitas data yang ditulis. “Kami juga sering berkomunikasi dengan para kepala SMK se Kabupaten Jepara. Salah satu yang sering kami bicarakan juga persoalan-persoalan aktual yang muncul ditengah-tengah proses belajar mengajar. Banyaknya anak yang hamil tidak pernah dibicarakan,” ujar Subandi.
Sedangkan Indria Mustika S.Pd, M.Pd, justru menduga kemungkinan terjadinya salah kutip wartawan. “Bisa saja penjelasan panitera bukan menyebut entitas sekolah tetapi menyebut kelompok usia sekolah SLTA.
Sebab yang digunakan acuan untuk mengajukan dispensasi nikah adalah umur 16 tahun. Kelompok usia ini bisa SMA, SMK, MA atau bahkan tidak sekolah ” ujar Indria Mustika, guru SMKN 2 Jepara yang juga Sekretaris Yayasan Kartini Indonesia Jepara dan Ketua Musyawarah Guru Tata Busana SMK Provinsi Jawa Tengah.
Namun terlepas dari persoalan tersebut, fakta bahwa nikah usia muda dengan dispensasi nikah di Jepara memang relatif banyak. Karena itua ia mengajak semua fihak untuk melakukan evaluasi, mulai banyaknya anak lulusan SMP / MTs yang tidak melanjutkan sekolah, semangat dan minat belajar anak – anak yang relatif rendah, pola pembimbingan anak olah orang tua, peran pemerintah disemua tingkatan hingga banyaknya kafe-kafe di Jepara yang buka hingga larut malam.
Hadepe / ua