KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Dipicu tanah warisan, seorang ibu, Ny Sandiyah, lebih tepat disebut nenek berusia 83 tahun, warga Desa Karanggedang, Kecamatan Sruweng, tewas dianiaya anak kandung. Pelakunya Hartoyo (37), kini telah diamankan Polres Kebumen.
Tersangka akrab dipanggil Toyo itu melakukan penganiayaan kepada ibunya Sandiyah, pada hari Selasa (23/6) sekitar Pukul 14.30 di rumahnya. Toyo merasa geram kepada korban, lantaran sang ibu tidak mau mengubah surat perjanjian yang dibuat keluarga pada 2015 silam.
Kapolres Kebumen AKBP Rudy Cahya Kurniawan saat press release Jumat (10/7), mengungkapkan, surat perjanjian yang dimaksud tersangka pernah menjual tanah keluarga seluas 30 ubin senilai Rp 45 juta.
“Dengan diubahnya surat perjanjian itu tersangka berharap mendapatkan warisan lagi di kemudian hari. Namun saat diminta untuk diubah, korban menolak yang membuat tersangka marah,” jelas AKBP Rudy Cahya Kurniawan.
Kepada polisi tersangka mengaku melakukan penganiayaan dengan cara melempar botol minuman soda yang berisi air mengenai tepat di pelipis korban. Setelah korban merasa kesakitan, tersangka makin menjadi memukul bagian wajah, menarik tubuh korban dan mendorongnya hingga terpental.
Dari peristiwa itu, Ibu yang seharusnya diperlakukan dengan lemah lembut oleh anaknya terjatuh membentur tiang rumah, hingga kakinya patah serta kepala mengalami luka serius. Korban sempat menjalani perawatan medis di RSUD Kebumen sejak hari Selasa 23 Juni, namun pada hari Selasa 30 Juni akhirnya meninggal dunia.
Dihadapan Kapolres Kebumen, tersangka mengaku menyesal telah menganiaya ibunya hingga meninggal. Bayang-bayang ingin mengubah surat perjanjian keluarga selalu timbul jika tersangka bertemu kakaknya nomor dua. Menurut tersangka, surat perjanjian keluarga adalah ide kakak nomor dua.
Akibat perbuatannya tersangka dijerat Pasal 44 Ayat (2) atau Pasal 44 Ayat (3) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Berdasarkan catatan Polres Kebumen, tersangka tiga kali berurusan hukum. Sebelum kasus ini, tersangka pernah melakukan penganiayaan kepada saudaranya hingga mengakibatkan luka serius pada bagian perut setelah ditusuk senjata tajam pada 2018 silam.
Tersangka saat itu divonis 3 tahun penjara, sehingga harus menjalani hukuman dari 2018 sampai 2021. Namun karena program asimilasi, tersangka bisa bebas setahun lebih awal pada tahun 2020.
Komper Wardopo