MAGELANG (SUARABARU.ID) -Anggota DPRD Fajar Fatony menilai ada keanehan dalam evaluasi APBD 2019. Dia lontarkan hal itu saat rapat kerja Komisi IV dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Rabu 1 Juli 2020.
Dari laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) yang dibuat Disdikbud ditemukan adanya anggaran tak terserap yang akhirnya menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) hingga Rp 25,5 miliar. Itu berasal dari satu pos anggaran saja, yaitu belanja tak langsung. Belum termasuk di pos-pos belanja lainnya. Belanja tak langsung itu merupakan pos untuk belanja gaji, tunjangan guru dan sertifikasi.
Fajar Fatony menyatakan sangat kecewa melihat kinerja seperti itu. Adanya Sillpa yang sangat besar itu menunjukkan lemahnya perencanaan dan kerja yang dilakukan selama 2019. Dalam pos untuk gaji, seharusnya Disdikbud sudah bisa melakukan perencanaan di awal tahun anggaran.
Mana guru dan pegawai yang sudah masuk masa purna tugas atau pensiun, sehingga pos untuk gaji dapat ditekan seminimal mungkin agar tidak menjadi silpa besar di akhir tahun anggaran. Begitu juga dng pos untuk tunjangan sertifikasi guru.
“Dinas harusnya mampu menjadi fasilitator yang mumpuni bagi para guru untuk mendapatkan tunjangan sertifikasinya. Jangan sampai tunjangan bagi mereka tidak terbayarkan hingga tahun anggaran habis,” tandasnya.
Nominal Silpa yang besar di pos belanja tak langsung itu, lanjutnya, ternyata juga ditemukan di LKPJ dinas-dinas lain. Menurut dia hal itu tidak bisa ditolerir, karena bisa menjadi salah satu indikasi modus penyembunyian dana atau anggaran APBD. “Disengaja di-mark up sedemikian rupa dengan tujuan agar tidak terpakai anggarannya,” ujarnya.
Fajar Fatony yang juga anggota DPRD dari Fraksi PKS itu meminta Bupati Magelang untuk lebih ketat mengawasi dinas-dinas dalam eksekusi pelaksanaan APBD-nya. Selaku kepala daerah harusnya tegas terhadap potensi perilaku menyembunyikan anggaran seperti itu.
Eko Priyono