SEMARANG (SUARABARU.ID)– Kode etik dan disiplin belum dianggap sempurna bagi dokter, dalam menjalankan prinsip kehati-hatian saat bertugas. Hal itu seperti penilaian yang disampaikan pakar hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Yovita Arie Mangesti.
”Sarana etik dan disiplin ini juga belum dianggap sempurna untuk menimbulkan efek jera,” kata Yovita, saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Cabang Jawa Tengah, di Semarang, Minggu (28/6/2020).
Menurut dia, meski tidak sempurna, hukum menjadi sarana penting untuk melindungi kepentingan masyarakat dan dokter itu sendiri.
BACA JUGA : Moch Imron Dukung Penuh Pelaksanaan Gugus Tugas Covid-19 MPW Pemuda Pancasila Jateng
Sedangkan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jawa Tengah, dr Djoko Widyarto menyatakan, hasil pemeriksaan disiplin dan etik dokter yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam menangani pasien, bisa menjadi alat bukti dalam proses pidana yang ditangani kepolisian.
”Jika melihat Pasal 184 KUHP, berkas pemeriksaan disiplin dan etik bisa digunakan sebagai salah satu alat bukti,” imbuhnya.
Berkas pemeriksaan itu, lanjut dia, termasuk sebagai alat bukti surat yang bisa digunakan kepolisian, ketika menangani sebuah perkara pidana. Dia menjelaskan, pelanggaran disiplin seorang dokter masuk dalam lingkaran pelanggaran etik.
”Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, maka menjadi kewenangan kepolisian dalam menanganinya,” terang dia lagi.
Ant-Riyan