SEMARANG (SUARABARU ID) – Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto mengatakan, pilkada serentak yang akan dilangsungkan 9 Desember 2020 mendatang memang dilematis. Hal ini mengingat kegiatan tersebut diselenggarakan dalam suasana pandemi covid-19, dan membutuhkan biaya besar.
“Pada posisi ada pandemi corona, dilangsungkan pemilihan kepala daerah dengan biaya spektakuler. Dari sisi etika, masyarakat yang terpapar pandemi makin banyak, maka biaya itu tampaknya terlalu besar. Padahal jabatan para kepala daerah nanti tidak penuh selama lima tahun,” kata Bambang Kusriyanto dalam webinar yang diselenggarakan PWI Jateng, Forum Diskusi dan Kajian Publik Mugas Center, SMSI Jateng, dan SUARABARU.ID, Selasa (23/6) yang bertajuk Plus Minus Pilkada Serentak.
Dari sisi biaya, Bambang Kusriyanto juga menyebut, tidak semua daerah punya kemampuan yang cukup. Padahal harus ada penambahan TPS, lalu sesuai dengan protokol kesehatan juga harus disediakan pelindung bagi penyelenggara, juga keamanan dan kesehatan seluruh peserta dan pemilih. “Maka kita berharap ada respons pemerintah pusat untuk mendukung pembiayaan pilkada ini,” kata Bambang.
Sedangkan pembicara lain, Ketua KPU Jateng Yulianto Sudrajat mengatakan, pilkada serentak saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara, dalam hal ini KPU. Banyak instrumen yang dibutuhkan seperti alat pelindung diri, penambahan TPS untuk menimalisasi kerumunan, juga prosedur penyesuaian dalam penahapan.
“Yang jelas secara legal sudah diputuskan dalam Perpu 2 Tahun 2020, maka harus diselenggarakn. Implikasinya terutama di anggaran, karena ada biaya-biaya yang sebelumnya sudah dianggarakan, menjadi berubah akibat adanya wabah covid-19,” katanya.
Soal kampanye, kata Yulianto Sudrajat, juga pasti ada perubahan. Kampanye terbuka dipastikan tidak ada, diganti dengan kampanye terbatas dan tatap muka. “Debat tetap digelar di televisi, tetapi tanpa pendukung. Di situ hanya ada pasangan calon, panelis, dan moderator,” katanya.
Demokrasi dalam Kesenyapan
Pengamat masalah politik dari Universitas Diponegoro Muchamad Yulianto menyebut, pelaksanaan pilkada pada masa pandemi ini sebagai pelaksanaan demokrasi dalam kesenyapan. Proses dan pelaksanaan berlangsung dalam suasana senyap.
Sekitar 5 jutaan pemilih di Jateng, ini harus dipikirkan keselamatannya. Begitu juga penyelenggaran, apalagi jumlah TPS juga makin banyak. Mereka juga harus diperhatikan keselamatannya. “Para pelaku harus siap, dalam hal ini parpol dan tim pasangan calon. Dan, kualitas proses pilkada harus dijaga. Ini adalah uji pelaksanaan demokrasi elektoral di tengah bencana nonalam. Kualitas hasil, yang terpilih adalah pemimpin yang diinginkan publik,” katanya.
Dengan naiknya zona merah di beberapa wilayah, KPU harus menggunakan standar yang ketat terkait protokol kesehatan. Begitu juga parpol dan pasnagan calon juga harus membangun kesadaran masyarakat. “Pandemi kita tak tahu kapan berakhir, tetapi proses demokrasi harus berjalan,” katanya.
“Kesuksesan pilkada ini harus tetap menciptakan suasana aman, nyaman. Pandemi ini dampaknya kesulitan ekonomi, maka faktor material bisa sangat dominan, karena masih ada kemungkinan politik uang, bantuan sosial dan para calon, dan sebagainya,” kata Yulianto.
Yulianto mengutip filosof Cicero yang menyebutkan, dalam demokrasi keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. “Rakyat harus tetap selamat di tengah pandemi corona dalam pilkada ini,” kata Yulianto.
Narasumber Bona Ventura Sulistiana, pengamat masalah hukum dan kebijakan publik, menambahkan kesejahteraan ditempatkan sebagai hukum yang tertinggi, seperti yang disebut Cicero.
“Bicara pilkada serentak, secara yuridis normatif bisa dilihat dengan keluarnya Perppu 2 Tahun 2020. Batu ujinya, tujuan hukum harus mencapai tiga aspek yaitu yuridis atau kepastian, sosiologis atau kemanfaatan, dan filosofis atau keadilan, meski ketiganya sering berbenturan. Tetapi yang harus jadi prioritas adalah aspek keadilan, kemanfaatan, dan kepastian,” kata Bona Ventura.
Kita, kata Bona, jangan sampai mburu uceng kelangan dheleg. Segala sesuatu yang diputuskan, yang utama adalah kesejahteraan, keselamatan rakyat. “Maka pelaksanaan harus dilaksanakan sesuai protokol kesehatan. Aspek sosiologis terkait kesejahteraan dan keselamatan rakyat dengan mengutamakan kesehatan harus jadi acuan utama,” kata Bona.
Wartawan Negarawan
Sementara pembicara terakhir, Ketua Pwi Jateng Amir Machmud mengatakan, berkaitan dengan peran media di dalam pelaksanaan pilkada serentak pada masa normal baru, Dia mengingatkan, ini masih masa pendemi, belum pascapandemi.
“Maka tugas utama wartawan dan persn membuat orang melek pilkada sekaligus melek new normal. Karena, ukuran suskes pilkada kali ini apakah amsyarakat bisa diselamatkan, warga tetap aman, an pilkada lancar,” katanya.
Media bisa memerankan tuags kemaslahatan, dengan mengembangkan sesuai UU Pers dengan fungsi informasi, edukasi, hiburan, dan kontrol sosial. “Setiap berita tetang pilkada, sejak saat ini bisa dikemas dengan bentuk berita yang memberikan inspirasi, menjadikan amsyarakat punya kesadaran untuk berpikir seperti yang di-framing dan setting oleh media. Jangan hanya berita yang hanya berpikir tentang rating, viral, atau tiras. Kita mesti berpikir tentang wartawan negarawan,” kata Amir Machmud.
Amir mengingatkan, jangan sampai media justru lebih memilih masuk ke dalam pusaran konflik politik. Misalnya soal banjir Jakarta atau konflik antara Khofifah dan Tri Risma Harini. “Ini sesuatu yang kurangs ehat, apalagi kalau hanya sekadar mengejar klik like, viralitas, dan tiras,” kata Amir.
E-Voting
Ada yang menarik masukan dari peserta, misalnya Henny Setyawati yang juga Sekretaris Umum KONI Jateng. Dia mengusulkan untuk mempertimbangan pelaksanaan pilkada dengan sistem E-voting. Tetapi dijawab oleh Ketua KPU Yulianto Sudrajat hal itu masih belum memungkinkan, mengingat jaringan internet di Jawa Tengah juga belum merata, masih ada yang blank spot.
Muncul juga masukan dari wartawan senior Agus Wiyono, agar KPU mempertimbangkan untuk mencontoh Korea Selatan yang menyelenggarakan pemilu pada masa pandemi dan berlangsung baik. KPU diharapkan bisa menambah waktu.
Ketua Serikat Media Siber Indonesia Provinsi Jateng dan komisioner KPID Jateng Setiawan Hendra Kelana mengatakan, KPID selalu terlibat dalam proses pilkada. Terkait dengan lembaga penyiaran, KPID selalu melakukan pengawasan secara intens. “Dalam pengawasan ini kami bekerja sama dengan Bawaslu. Karena konten dalam lembaga penyiaran juga berkaitan dengan calon peserta atau peserta. Kami juga sudah merancang untuk pengawasan pada Pilkada desember mendatang,” katanya.
Yang mengkhawatirkan, kata Iwan, ada yang memanfaatkan penyiaran secara ilegal, dan itu di luar ranah KPID. “Tetapi kalau konten sudah dinilai meresahkan, kami bekerja sama dengan Bawaslu,” Iwan Kelana.
Widiyartono R