JAKARTA (SUARABARU.ID) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa menilai ekonomi Pancasila masih jauh dari cita-cita untuk diterapkan di Indonesia.
Menurut Suharso dalam webinar dan bedah buku “Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi”, Sabtu, konsep yang saat ini mendekati pun masih jauh dari gagasan dan pemikiran tokoh di balik konsep tersebut yakni Mohammad Hatta
“Ekonomi Pancasila itu kita belum sampai sebuah grand theory. Tokoh di balik ini Bung Hatta. Tapi siapa sih yang mengikut Hatta dengan benar? Menurut saya, kita coba mendekati tapi masih jauh dari gagasan dan pemikiran juga apa yang dikehendaki Hatta,” jelasnya.
Suharso mengatakan sampai saat ini pun konsep ekonomi Pancasila masih terus mencari rumusan. Ia pun berharap konsep tersebut bisa lebih dikenalkan para sarjana di lingkungan kampus. Pasalnya konsep tersebut diyakini dirumuskan demi mewujudkan kedaulatan ekonomi dan politik.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu penulis buku Ahmad Erani Yustika menjelaskan konsep ekonomi Pancasila menempatkan prinsip dan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakannya. Ahmad menuturkan di tengah globalisasi, konsep ekonomi Pancasila memang bertabrakan dengan pilar-pilar globalisasi. Oleh karena itu, harus dibuka diskusi soal bagaimana memitigasi globalisasi yang sudah berjalan.
Lima pilar globalisasi yakni efisiensi produksi dan distribusi, peningkatan perdagangan internasional, operasi perusahaan lintas negara, ketergantungan terhadap ekonomi global, serta kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa.
Dalam pandangan ekonomi Pancasila, lanjut Ahmad, efisiensi produksi dan distribusi harus ditekankan pada kesediaan berbagi sumber daya ekonomi/teknologi. Negara berkembang juga bukanlah sekadar pasar bagi komoditas negara maju.
Demikian pula operasi korporasi lintas negara tidak boleh mengganggu kedaulatan dan ruang ekonomi pelaku ekonomi domestik. Globalisaai juga dipandang mengerdilkan upaya peningkatan kemandirian ekonomi masing-masing negara.
“Kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa bisa dilakukan sepanjang menguntungkan seluruh pihak, utamanya untuk kepentingan domestik,” kata Ahmad.
Ant-trs