JEPARA(SUARABARU.ID) – Pekan Syawalan yang mejadi salah satu kalender wisata budaya terbesar di Jepara, tahun ini ditiadakan karena virus corona. Sementara ritual pelarungan kepala kerbau tetap diadakan dengan jumlah peserta yang sangat dibatasi.
Padahal setiap tahunnya, even budaya inilah yang paling ditunggu oleh warga hingga mampu menarik ratusan ribu pengunjung. Mereka bukan saja warga Jepara, tetapi juga para pengunjung dari kota-kota lain.
Pekan Syawalan ini biasanya berlangsung selama 6 hari setelah Hari Raya Idul Fitri dan puncaknya pada tanggal 8 Syawal dilakukan pelarungan kepala kerbau.
Ritual budaya yang kemudian dikenal dengan nama Lomban ini telah berlangsung lebih satu setengah abad ini diawali dengan proses pelarungan kepala kerbau beserta sesaji yang melengkapinya setelah sebelumnya ada doa ucapan syukur di TPI Ujungbatu.
Ritual ini sebagai ucapan syukur nelayan Jepara kepada Sang Pencipta atas rejeki dan keselamatan yang diberikan selama satu tahun kepada mereka hingga hasil tangkapan ikan melimpah. Sebelum prosesi pelarungan, biasanya ada ziarah ke makam Mbah Ronggo yang ada di serta pagelaran wayang kulit di TPI Ujungbatu.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jepara, Zamroni Lestiaza saat dihubungi oleh SIUARABARU.ID membenarkan, bahwa pekan syawalan tahun ini ditiadakan. Sebab untuk mengantisipasi penyebaran virus corona, ada larangan untuk membuat even yang bisa menimbulkan kerumunan warga. “Ini disemua dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona di Jepara,” ujar Zamroni Lestiaza
“Saat ini semua tempat wisata di Jepara masih ditutup,” ujar Zamroni. Sedangkan untuk ritual pelarungan kepala kerbau diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintahan Kelurahan Ujungbatu dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jepara. Hal ini juga dibenarkan oleh Camat Jepara, Safei. “Prosesi larungan diserahkan kepada kelurahan setempat,” ujarnya
Sementara Ketua HNSI Jepara, Suyatno yang dihubungi oleh SUARABARU.ID membenarkan bahwa fihaknya telah diberitahu oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan terkait dengan kebijakan tersebut.
“Kami sudah membicarakan hal tersebut dengan Lurah Ujungbatu, tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat. Karena larungan kepala kerbau ini merupakan ritual budaya yang menyangkut keyakinan para nelayan dan warga setempat, maka tetap diadakan. Hanya bentuknya sangat sederhana dan terbatas,” ujar Suyatno.
Sedangkan Lurah Ujungbatu, Anjar Jambore Widodo kepada SUARABARU.ID menjelaskan Selasa depan kami akan adakan pertemuan kembali untuk membicarakan secara rinci. Sebab usulan warga dan nelayan, pelarungan kepala kerbau dan doa tetap diadakan walaupun jumlahnya sangat dibatasi.
Bahkan untuk ziarah ke makam Mbah Ronggo maksimal hanya diikuti loleh 7 orang. “Demikian juga pelarungan kepala kerbau. Sedangkan daging kerbau akan dibagi secara merata di 16 RT,” ujar Anjar.
Hadepe / Ulil Abshor