SEMARANG (SUARABARU.ID)– Masyarakat muslim Jawa Tengah masih banyak yang bingung terkait salat Idul Fitri 1441 Hijriyah. Hal tersebut terkait Fatwa MUI Pusat Nomor 28/2020 tertanggal 13 Mei 2020 yang memberi ruang diperbolehkan menyelenggarakan salat Id di masjid, musala atau tanah lapang bagi zona hijau, juga terhadap zona merah yang pandemi Covidnya menunjukkan tren menurun saat Idul Fitri. Sementara tausiyah MUI Jateng tertanggal 7 Mei 2020, menyerukan umat Islam menjalankan salat Id di rumah secara berjamaah dengan dasar pandemi Covid-19 masih tinggi.
“Sebenarnya, umat tidak perlu bingung, sebab antara fatwa MUI Pusat dan tausiyah MUI Jateng tidak bertentangan, keduanya sama-sama benar,” tegas Sekretaris Komisi Hukum MUI Jateng Prof Dr KH Abu Rokhmad MA menjawab pers, di Semarang, Minggu (17/5/2020).
Guru Besar Ushul Fiqih UIN Walisongo Semarang, ini menegaskan, fatwa MUI Pusat bersifat umum, berlaku untuk seluruh Indonesia yang situasi pandemi Covid-19 berbeda-beda. “Perbedaan situasi Covied ini sebagai fakta,” tegasnya.
Fatwa MUI Pusat sebenarnya sudah jelas pula. Pertama, terhadap wilayah yang sudah terkendali pada 1 Syawwal 1441 H yang ditandai penurunan penularan covid-19 dan kebijakan pelonggaran aktifitas sosial yang dinyatakan pihak yang kredibel.
Kedua, wilayah yang bebas dari covid-19 dan diyakini tidak terdapat penularan seperti kawasan pedesaan dan perumahan. Terhadap kondisi di atas, fatwa MUI Pusat membolehkan salat idul fitri dilaksanakan berjamaah di masjid, musala atau tanah lapang.
Ketiga, terhadap kawasan covid-19 yang belum terkendali, MUI Pusat membolehkan pelaksanaan salat idul fitri secara berjamaah bersama keluarga atau sendiri-sendiri (munfarid), di rumah masing-masing.
Sedangkan tausiyah MUI Propinsi nomor 04/DP-P.XIII/T/V/2020 tertanggal 07 Mei 2020, berlaku khusus untuk Jateng. Tausiyah MUI Jateng ini merupakan mukhashshis (pentakhsis/ pengkusus) fatwa MUI Pusat yang bersifat umum. Kaidahnya menyebutkan, fatwa yang bersifat umum tidak boleh langsung dilaksanakan sebelum ada pengkhususnya. Kecuali bila situasinya terjadi secara umum dan tidak ditemukan dalil/ tausiyah khususnya.
Secara geografis, MUI Jateng sangat paham terhadap kondisi penularan covid-19 di provinsi ini yang belum terkendali. Terbukti setiap hari masih ada penambahan pasien positif. Gubernur Jateng juga belum menyatakan ada penurunan penyebaran covid-19 yang signifikan.
“Artinya, Jateng masih kondisi darurat pandemi covid-19, maka umat Islam hendaknya mengikuti tausiyah MUI Jateng untuk tidak melaksanakan salat id di masjid, mushala dan tanah lapang,” pinta Prof Abu.
Terhadap Kota Semarang, katanya, memang terjadi penurunan jumlah pasien covid-19, ODP dan PDP, tetapi tidak ada jaminan bebas Covid-19. Terlebih status Kota Semarang masih berlaku Pembatasan.
“Umat Islam di Kota Semarang hendaknya mengikuti tausiyah MUI Jateng, MUI Kota Semarang dan imbauan Walikota Semarang untuk salat Jumat, salat rawatib, salat tarawih dan salat Id di rumah demi kemaslahatan umat,” tandasnya.
Fatwa atau tausiyah MUI Jateng telah mengedepankan kemaslahatan publik di atas individu dalam beribadah. Hal ini penting, kemaslahatan publik harus dijaga dari meluasnya penularan covid-19. MUI harus berdiri di garda depan dalam mengedukasi agar beribadah di rumah hingga situasi normal,” pintanya.
Riyan/Sol