SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kebijakan pemerintah soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang telah diterapkan sejumlah daerah, membuat Kota Semarang kemungkinan akan ikut melaksanakannya dalam waktu dekat.
Walau begitu, Pemerintah Kota Semarang tidak mau terburu-buru untuk segera memberlakukan status PSBB di kota berpenduduk 1,67 juta jiwa ini. Pemkot masih berhitung segala kemungkinan beserta dampaknya jika kebijakan PSBB tersebut diberlakukan.
“Saya sudah berkomunikasi dengan gubernur dan beliau sudah menyampaikan pandangan supaya Kota Semarang segera PSBB, Namun saya bilang saya minta waktu untuk berhitung,” kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Senin (20/4/2020).
Wali kota yang biasa disapa Hendi ini mengatakan, terkait anggaran pihaknya tidak ada masalah jika PSBB diterapkan. Namun yang jadi persoalan adalah apabila PSBB diterapkan hanya di Kota Semarang sendiri, apakah kemudian hal tersebut bisa menjadi efektif?.
“Setiap pagi ribuan orang Kendal atau Demak datang ke Mangkang atau Kaligawe karena disitu ada kawasan industri. Kalau ini kita tutup (PSBB) kemudian selama 14 atau 42 hari ke depan katakanlah semua bisa clear, tapi ketika dibuka lagi orang-orang pada masuk lagi, kira-kira ini jadi persoalan atau tidak?,” katanya.
Hendi berpandangan, jikalau PSBB diterapkan, maka semestinya Kota Semarang disertai pula dengan beberapa daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang diberlakukan kebijakan yang sama. Minimal daerah Demak dan Kendal serta wilayah Kabupaten Semarang.
Tak hanya soal akses pergerakan manusia dalam wilayah saja, Pemkot Semarang juga berhitung soal kesiapan logistik jika PSBB diterapkan. Suply pangan menjadi prioritas utama bagi jutaan kepala keluarga (KK) warga Kota Semarang berikut serta jangka waktu pasokannya.
“Warga Semarang itu tidak hanya dari kelompok orang mampu yang sudah mempunyai tabungan. Kami juga harus berhitung, bahkan dalam kondisi saat ini masih cukup banyak mencapai 50 persen lebih kepala keluarga yang kalau diberhentikan, maka mereka ini bingung untuk mencari makan untuk esok hari,” katanya.
Sebagai contoh, walaupun kini dari pemerintah sudah menyiapkan suply pangan, namun suply tersebut bisa bertahan untuk berapa hari?. Asumsinya misalkan tiap KK diberi beras 5 kilo, namun hanya cukup untuk seminggu atau dua minggu, lalu di minggu berikutnya bagaimana?.
“Bukan berarti saya tidak ingin melaksanakan PSBB, tapi bagaimana kemudian warga bisa disiplin tetap di rumah dan suply dari pemerintah benar-benar siap. Kalaupun jika suply sudah diberi namun mereka masih punya celah untuk beraktivitas karena tidak bisa berbelanja kebutuhan makanan pokok, maka apa yang kemudian terjadi di kota ini?. Ini juga harus dihitung,” katanya.
Hendi mengaku tidak mau secara emosional menerapkan status PSBB bagi Kota Semarang, karena dirinya ingin semua elemen masyarakat ikut terlibat. Bahkan dirinya juga sudah menjalin komunikasi dengan sejumlah stake holder untuk berdiskusi terkait kemungkinan PSBB, mulai dari forkopimda, dokter, pengusaha, hingga pakar ahli dan tokoh masyarakat.
“Rencananya Selasa atau Rabu (21-22/4/2020) kami dipanggil oleh gubernur (Ganjar) untuk menjelaskan kesiapan penerapan PSBB. Saya rasa ini keputusan yang harus diambil bukan secara ujug-ujug, tapi harus dicermati dengan baik dan benar. Tapi kalaupun memang petunjuknya (gubernur) harus seperti itu (PSBB), maka kami siap (melaksanakan),” katanya.
Sebagai tambahan, update isue Virus Corona di Kota Semarang perhari Senin (20/4/2020) tercatat ada 123 pasien positif Covid-19 dan terbanyak dirawat di RSUP dr. Kariadi. Untuk PDP ada 208 orang dan ODP sebanyak 604 orang, sedangkan untuk pasien sembuh ada 42 orang.
“Dari evaluasi seminggu kemarin masih banyak warga yang keluar tidak pakai masker, makan bergerombol, atau yang muda-muda malah tongkrong-tongkrong dan kadang malah ada yang trek-trekan (motor). Saya sarankan kepada warga Semarang agar tetap mematuhi SOP yang ada, karena ini hal yang harus kita cermati dan saya kepingin semuanya bisa disiplin,” katanya.
Hery Priyono