Mudik di Tengah Corona?
Oleh:
Ira Alia Maerani & Oktavia Ninndy Elvir
BULAN Sya’ban sudah di penghujung. Nampak di hadapan bulan suci Romadhon. Kemudian dilanjut dengan bulan penuh kemenangan, Syawal. Sudah menjadi tradisi khas nusantara diantara dua bulan tersebut, Romadhon dan Syawal, para perantau mudik ke kampung halaman. Bersilaturohim pada orang tua dan sanak keluarga. Berharap ampunan dari Allah Yang Maha Kuasa. Menjalin harmonisnya hubungan antar sesama manusia.
Tahun-tahun sebelumnya, mereka yang masih memiliki orang tua akan berpikir keras “buah tangan” yang akan dihantarkan. Para orang tua pun berpikir membelikan baju baru untuk sang buah hati. Termasuk menyiapkan anggaran yang cukup untuk transportasi, dan uang untuk orang tua dan sanak keluarga di kampung.
Akan tetapi pandemi covid-19 menghadang di tahun 1441 Hijriah ini. Jika tahun-tahun sebelumnya mudik sudah menjadi agenda rutin, namun tahun ini nampaknya perlu berpikir dan bertindak dengan penuh kearifan. Dalam situasi genting yang sedang melanda Tanah Air akibat virus corona, kita dihimbau untuk tetap di rumah, membatasi kegiatan di luar dan melakukan social distancing dan physical distancing. Menghindari kerumunan massa. Bahkan sentuhan secara fisik pun dibatasi. Mengingat penyebaran virus corona yang begitu mudah dan massif ini. Jaga jarak minimal 1 meter. Kondisi ini membuat sebagian masyarakat berpikir ulang untuk mudik ke kampung halaman.
Virus corona membuat kehidupan manusia mengalami perubahan secara dramatis. Termasuk dalam mengambil pilihan mudik atau tidak di tengah corona? Adakah solusi alternatif guna membangun semangat cinta pada sesama dengan tetap membangun semangat silaturohim?
Imbas Corona pada Perekonomian Rakyat
Himbauan untuk melakukan physical distancing dan social distancing membuat sebagian orang enggan untuk keluar rumah. Ini berdampak banyak hal. Warung makan menjadi sepi pembeli karena para ibu sekarang rajin memasak. Guna menghindari penyebaran virus corona, jajan sembarangan dihentikan. Demi kesehatan seluruh anggota keluarga. Mulai peduli dengan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Perbanyak makan sayur dan buah. Mulai mencoba membuat jamu sendiri. Terbuat dari bahan-bahan alami, seperti: jahe, kencur, sereh, kayu secang, daun sambiloto, daun sirih, kayu manis, kayu bazakah, temulawak, kunyit dan berbagai produk empon-empon lainnya. Guna memperkuat daya tahan tubuh.
Di samping sang penjaja makanan pun sudah pulang kampung alias mudik. Karena dagangannya tak laku. Tukang gorengan, siomay, bakso, seblak, burger, penjaja aneka minuman pun terpaksa kembali ke kampung halaman di tengah kegalauan ekonomi yang melilit.
Pusat perbelanjaan (mall) tutup sementara atau bahkan gulung tikar. Pemilik tak dapat berbuat banyak selain harus “merumahkan” pekerjanya. Kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan mengingat tokonya sepi. Minim orang berbelanja. Khawatir terpapar virus corona. Menghindari kerumunan. Apabila toko buka spekulasinya terlalu tinggi. Tak cocok antara pendapatan dengan pengeluaran. Biaya listrik, kebersihan, keamanan, gaji karyawan dan sebagainya.
Memang tak dapat dipungkiri, mereka yang memilih mudik juga tak punya pilihan lain karena beberapa alasan, kebanyakan dari mereka adalah pegawai yang di-PHK atau dirumahkan. Mereka berpikir jika mereka tetap berada di perantauan mereka tidak dapat makan dan membeli kebutuhan sehari-hari. Apa daya di tengah berkecamuknya kekhawatiran menularkan virus corona, mereka memilih pulang kampung. Setelah melalui berbagai pilihan sulit. Tak bisa makan di tanah rantau atau mudik dengan membawa sejumlah kekhawatiran. Guna mengantisipasi penyebaran virus corona bagi para perantau ini, maka beberapa wilayah di tanah air menyiapkan lokasi karantina bagi pendatang. Lamanya karantina sekitar 14 hari.
Lengkap sudah imbas corona yang membuat ekonomi semakin terpuruk. Pengangguran dimana-mana. Sementara kebutuhan logistik tak tergantikan. Adakah solusi di balik problem sosial akibat pandemi covid-19 ini?
Bansos agar Warga Tak Mudik
Pemerintah sudah melakukan upaya agar penduduk di seluruh Indonesia menahan diri untuk melakukan mudik, yaitu dengan cara memberikan bansos atau bantuan sosial yang berupa kebutuhan pokok atau uang. Pengalihan anggaran belanja negara yang semula untuk belanja barang dialokasikan untuk memutus rantai pandemi covid-19 berikut dampak yang menyertainya. Dialihkan untuk biaya kesehatan, logistik dan menstimulus perekonomian rakyat yang terimbas virus corona. Yang perlu dipikirkan adalah pemerataan pembagian bansos ini agar tepat sasaran.
Di dalam situasi seperti ini, sebagai warga negara Indonesia yang taat pada Pancasila dan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, yakin bahwa tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Allah SWT sudah menorehkan skenario terbaik untuk umat-Nya. Tetap sabar, ikhlas dan bertawakal pada Allah SWT. Berikhtiar dan berdo’a untuk masa depan. Berbuat yang terbaik untuk sesama sebagai implementasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sebagai bentuk pengamalan sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka sudah saatnya untuk melakukan gotong royong dan peduli terhadap sesama. Membantu pemerintah yang sedang kalang kabut mengatasi pandemi covid-19 ini. Kita sebagai manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sejatinya menjadikan diri kita berguna untuk orang lain seperti dijelaskan dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bagi mereka yang masih mempunyai cukup rejeki seyogyanya membantu saudara kita yang ada di sekitar kita atau menyalurkannya melalui tim khusus agar seluruh warga yang terkena dampak virus ini sama-sama merasakan kesejahteraan untuk hidup selama pandemi ini. Tim khusus yang menyalurkan bansos ini bisa dibentuk oleh Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh yang dipercaya mampu menjalankan amanah pada mereka yang berhak menerimanya. Al Qur’an surat At-Taubah Ayat 60 mengatur 8 asnaf mereka yang berhak menerima zakat yakni: fakir (orang yang tidak memiliki harta); miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi); fisabilillah (pejuang di jalan Allah); gharim (orang memiliki banyak hutang); riqab (hamba sahaya atau budak); mualaf (orang yang baru masuk Islam); Ibnu Sabil (musyafir/orang yang sedang dalam perjalanan/perantauan); amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat). Fakir dan miskin adalah pihak yang diprioritaskan menerima zakat.
Bantuan sosial (Bansos) bukan hanya milik program pemerintah saja. Sudah saatnya mereka yang berkecukupan membantu orang lain karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial yang saling membantu dan membutuhkan. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Pada prinsipnya, setiap pertolongan yang kita berikan pada orang lain pada dasarnya adalah menolong diri kita sendiri.
Penulis:
- Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang)
- Oktavia Ninndy Elvira (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi (FBIK) UNISSULA, Semarang
SUARABARU.ID