blank
Dokar Yi Salepuk yang jadi legenda kini jadi hiasan RS Rehata Kelet. Foto: Masruri

DI daerah perbatasan Pati–Jepara, tepatnya di Kecamatan Cluwak dan Keling, Jepara, jenis kendaraan dokar baru ada pada zaman awal masa kemerdekaan. Pada saat itu, alat transportasi ini bisa dikategorikan barang mewah yang hanya dimiliki kalangan orang kaya saja.

Menurut penuturan H. Ali Ridho (88), sebagian dari masa mudanya ia pernah menjadi kusir dokar rute sepanjang sekitar empat kilometer, perbatasan Kabupaten Jepara dengan Pati. Atau tepatnya dari Pasar Desa Sirahan (Pati)  ke Pasar Kelet (Jepara). Saat itu, putra Kepala Desa Sirahan itu masih remaja, usianya baru 25 tahun.

blank
H Ali Ridho alias Mbahe, mantan kusir Mbah Salepuk. Foto: Masruri

Pada saat itu di daerah perbatasan Pati–Jepara, dokar yang paling dikenal mewah adalah dokar milik warga Kelet, Jepara, bernama Dul Sobrah. Disebutkan, simbol kemewahan dari sebuah dokar oleh ditandai pemiliknya ditandai dengan klebet yaitu kain mewah yang dipasang dengan kayu atau bambu dengan posisi vertikal.

Dokar kelas ini yang menarik pun kuda pilihan dari sisi bentuk fisik, harga maupun katuranggan. Dokar yang sudah memiliki tanda status sosial macam ini, pada zaman sekarang bisa disebut mobil mewah keluaran terbaru. Jadi, dokar yang lain pun sudah tahu diri.

Setelah era Dul Subrah, muncul dokar baru milik Yi Salepuk warga desa Kelet. Walau dokar ini kemudian diabadikan di taman Rumah Sakit Rehatta Kelet, Jepara ini juga tergolong mewah pada saat itu. Namun kemewahannya belum mampu menandingi dokar milik Mad Sobrah.

 

Ketika Mad Sobrah meninggal, Yi Salepuk, pria bertubuh pendek kekar yang dikenal menyukai wayang kulit itu menjadi kusir yang lebih sering dapat job, terutama jika ada acara lamaran dari kalangan orang kaya  atau peringatan hari-hari besar.

Menurut Mbah Parmi (75) tahun, yang masih keturunan Yi Salepuk, simbah-nya itu orang  yang dermawan dan suka menyenangkan hati para tetangga. Misalnya, saat Yi Salepuk punya kerja, dia selalu mengundang dalang terbaik saat itu dan banyak tetangga dan warga dari tetangga desa berdatangan menikmati suguhan wayang kulit.

blank
Mbah Parmi, keturunan Yi Salepuk yang masih hidup, sednaga menggendong cucunya. Foto: Masruri

Menurut Mbah Parmi, hasil pernikahan Mbah Salepuk dengan Mbah Kasirah menghasilkan anak lelaki bernama Gemprong yang dikenal kaya. Mbah Gemprong punya keturunan bernama  Mbah Jani. Mbah Jani kemudian mempunyai anak bernama Prenjak. Prenjak lalu punya anak bernama Njenthu.

Njenthu inilah kemudian memiliki banyak anak, yaitu Ngajo, Kamisih, Sarobi, Biah, Ratih, Poni dan Parmi. Parmi, satu-satunya keturunan Mbah Salepuk yang masih hidup. Ketika ditanya apakah Salepuk itu nama asli ada wadanan disebutnya sebagai nama asli.

“Orang dulu itu memilihkan nama ya semaunya-maunya, pas ada burung prenjak berkicau, karena senang dengan kicauan itu lalu anaknya diberi nama Prenjak,”katanya.

Masruri-trs