blank
Anggota Komisi D DPRD Kudus, Sayid Yunanta (kanan) menilai kinerja Dinkes Kudus lamban dalam menangani Covid-19. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dalam menangani Covid-19 mendapat sorotan tajam dari Komisi D DPRD Kudus.

Dua hal yang menjadi perhatian adalah koordinasi yang lemah dengan instansi terkait serta lambannya penyediaan alkes Covid-19 sebesar Rp 15 miliar melalui anggaran yang sudah digelontorkan.

Kondisi tersebut terungkap dalam rakor antara Dinas Kesehatan dengan Komisi D DPRD Kudus, Senin (13/4).  Dalam rakor tersebut, Komisi D melihat tidak ada upaya maksimal dari Dinkes untuk terus menggerakkan semua elemen masyarakat mencegah penyebaran  Covid-19.

“Seperti di desa-desa, Dinkes tidak pernah berkoordinasi dengan Dinas PMD untuk menggerakkan kades hingga perangkat untuk membantu pencegahan. Padahal, pencegahan Covid-19 ini membutuhkan kerja bersama di semua lini,”kata anggota Komisi D, Sayid Yunanta.

Menurutnya, sosialisasi dan edukasi ke tingkat bawah mesti harus dilakukan mengingat pemahaman masyarakat akan Covid-19 belum tentu baik. Buruknya sosialisasi itu yang kemudian memunculkan gejolak di masyarakat seperti tempat karantina dan penolakan pemakaman jenazah yang sempat terjadi di Kudus.

“Saya ingin, dalam kondisi ini personel Dinkes menjadi yang terdepan bahkan kalau perlu mereka yang paling tidak bisa tidur atas Pandemi  Covid-19 ini. Tapi kenyataannya, kami belum melihat hal tersebut,”tukas Sayid.

Sementara, terkait lambannya penyediaan alkes, Sayid juga menyoroti upaya Dinkes untuk melakukan pengadaan barang. Sejak realokasi anggaran Dinkes sebesar Rp 15 miliar untuk Covid-19 dilakukan beberapa pekan lalu, hingga saat ini realisasinya masih minim.

Data yang disampaikan Dinkes,  dari anggaran sebesar Rp 15 miliar yang dialokasikan, hingga kini baru terserap Rp 2,6 miliar. Dan ironisnya, beberapa alkes utama penanganan Covid, hingga kini belum juga terealisasi seperti pengadaan APD coverall dan virus transfer medium (VTM).

Terkendala Stok

Untuk APD coverall, sejauh ini baru terserap Rp 968 juta dari total Rp 3,1 miliar yang dialokasikan untuk membeli 2.000 pcs. Hanya saja, dari jumlah tersebut, barang yang sudah dikirim baru 200 pcs.

Yang ironis, pengadaan VTM hingga saat ini sama sekali belum terealisasi. Begitu juga dengan pengadaan masker bedah N95, belum kunjung terbeli.

“Saya memahami bagaimana kesulitan stok barang tersebut di pasaran. Tapi semestinya  Dinkes memiliki banyak opsi agar alat-alat medis terutama APD tersebut bisa segera tersedia. Beruntung, banyak bantuan APD dari masyarakat untuk RS rujukan, meskipun belum sesuai standar kesehatan.  Kalau tidak, bagaimana nasib tenaga medis kita kalau hanya mengandalkan pengadaan dari Dinas Kesehatan,”tandasnya.

Sementara, Kabid P‎encegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Nasiban yang juga PPKom pengadaan barang/jasa Dinkes mengakui saat ini ada kendala terkait ketersediaan barang.

“Hingga kini, lanjut dia, pengadaan barang yang masih terkendala, yakni masker N95, masker bedah, VTM, serta alat tes cepat (rapid test).  Beberapa suplyer masih belum bisa memasok karena stoknya memang tidak ada,”katanya.

Meskipun demikian, lanjut dia, barang yang diterima belum sesuai kontrak karena dikirim secara bertahap. Misal, untuk baju coverall atau baju terusan untuk tim medis dari rencana pengadaan 3.078 baju untuk saat ini baru menerima 200 pcs.

Tm-Ab