MAGELANG (SUARABARU.ID) – Pelaksanaan upacara Tawur Agung Kesanga bagi umat Hindu tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Upacara rutin yang dilaksanakan satu hari menjelang Hari Raya Nyepi di Pura Wira Buwana, Kompleks Akademi Militer Kota Magelang, Selasa ( 24/3) tersebut dilaksanakan secara terbatas.
Biasanya umat yang hadir mencapai 1.000 orang. Namun, saat ini kita batasi hanya sekitar 50 orang saja,” kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Magelang, Gde Suarti .
Gde mengatakan, pembatasan umat Hindu yang mengikuti upacara Tawur Kesanga ( Mecaru) tersebut, sesuai himbauan dari Pemerintah RI untuk tidak mengumpulkan massa yang banyak. Selain itu, juga untuk mencegah penyebaran virus corona yang saat ini sedang merebak di seluruh penjuru bumi.
Menurutnya, upaya untuk mencegah penyebaran virus yang mematikan tersebut, pihaknya juga melakukan prosedur pemeriksaan suhu badan terhadap para umat yang mengikuti sembahyang tersebut. “Selain itu, kami juga menjaga jarak tempat duduk antar umat yang melakukan sembahyangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada sembahyang Mecaru ini, umat Hindu yang ada di wilayah Kota dan Kabupaten Magelang juga mendoakan secara khusus agar pandemi virus corona yang ada di seluruh muka bumi ini segera berakhir.
Gde menjelaskan, sembahyang Tawur Agung yang dipimpin Pinandita I Wayan Kadek tersebut, mempunyai makna untuk menjaga keharmonisan antara Buana Agung (alam semesta) dengan Buana Alit ( umat manusia).
Sebelumnya, umat Hindu di Kota dan Kabupaten Magelang, pada Minggu ( 22/3) kemarin telah melaksanakan upacara Melasti ( penyucian diri ). Penyucian diri tersebut juga bertujuan agar alam raya beserta isinya di dunia ini terjaga kelestariannya dan dijauhkan dari segala malapetaka.
Catur Berata
Menurutnya, setelah melaksanakan sembahyang Tawur Kesanga, para umat akan sembahyang di rumahnya masing-masing. Dan, pada Rabu (25/3) umat Hindu melakukan Catur Berata (empat pantangan).
“Empat pantangan yang wajib dilaksanakan tersebut , yakni amati geni (berpantang menyalakan api), amati karya (menghentikan aktivitas kerja), amati lelanguan (menghentikan kesenangan) dan amati lelungaan (berpantang berpergian),” imbuhnya.
Gde Suarti menjelaskan, dalam kesenyapan hari suci Nyepi itu, umat Hindhu melaksanakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri dan inti sari kehidupan semesta. Yakni,melaksanakan berata penyepian upawasa (tidak makan dan minum), mona berata (tidak berkomunikasi), dan jagra (tidak tidur).
Yon-trs