Pertumbuhan Ekonomi Jateng di 2019 Terakselerasi

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Februari 2020, perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2019 tumbuh 5,34% (yoy), atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,64% (yoy).

Perlambatan disebabkan oleh kinerja konsumsi pemerintah dan investasi yang tidak sebaik triwulan sebelumnya. Belanja pemerintah telah banyak direalisasikan pada paruh pertama 2019 sehingga tidak banyak kegiatan belanja yang dilakukan pada triwulan IV 2019.

Selanjutnya, investasi cenderung tumbuh terbatas di akhir tahun mengingat peraturan Presiden mengenai percepatan pembangunan di Jawa Tengah baru dikeluarkan pada November 2019. Hal ini menyebabkan pelaku ekonomi baik pemerintah maupun swasta baru akan bergerak pada tahun 2020.

Direktur Kepala Grup Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Iss Savitri Hafid mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan IV 2019, konsumsi rumah tangga mengalami kinerja yang membaik sehingga mampu menjadi faktor penahan perlambatan ekonomi.

“Konsumsi masyarakat di libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tidak hanya berupa konsumsi makanan dan minuman, namun juga berupa konsumsi transportasi terutama kereta api dan pesawat yang menjadi alat transportasi di hari libur,” katanya.

Hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia berupa Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) pada Desember 2019 tercatat sebesar 123,99, meningkat dibanding triwulan III 2019 sebesar 123,67; mencerminkan bahwa optimisme konsumen mengalami peningkatan.

Ditinjau berdasarkan lapangan usaha utama, perlambatan pada triwulan IV 2019 terjadi pada Industri Pengolahan dan Perdagangan. Kinerja produksi pengilangan minyak tidak sebaik triwulan lalu, serta penurunan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu olahan, dan alas kaki.

“Hal ini disebabkan ketidakpastian global yang berlanjut pada permintaan ekspor yang melemah. Kinerja industri pengolahan ini selanjutnya berdampak pada lapangan usaha perdagangan,” katanya.

Keterbatasan barang perdagangan hasil industri menyebabkan pertumbuhan Perdagangan tidak lebih baik dibanding triwulan III 2019. Sementara lapangan usaha Konstruksi bergerak terbatas karena pada akhir tahun pembangunan proyek strategis nasional baru memasuki tahap pembebasan lahan seperti Tol Semarang – Demak, Tol Bawen – Yogyakarta, dan Tol Semarang – Yogyakarta – Kulonprogo.

Sebagai faktor penahan perlambatan, lapangan usaha pertanian mengalami perbaikan kinerja. Pada triwulan akhir 2019, lapangan usaha pertanian mengalami perbaikan dengan tumbuh 1,56% (yoy) setelah sempat kontraksi pada triwulan III 2019 akibat kemarau panjang.

Faktor pendukung kinerja pada triwulan laporan adalah curah hujan yang mulai meningkat pada Desember 2019 dan kinerja produksi perkebunan yang baik.

Ditinjau secara keseluruhan tahun, PDRB Jawa Tengah pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1362,5 triliun, atau mencatatkan pertumbuhan 5,41% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang tercatat sebesar 5,31% (yoy).

“Capaian ini sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan pertumbuhan tahun 2019 berada pada kisaran 5,3%-5,7%. Kinerja perekonomian Jawa Tengah tahun 2019 ini juga berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%(yoy). Namun demikian masih di bawah pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa sebesar 5,52% (yoy),” katanya.

Ditinjau dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi pemerintah dan perdagangan internasional. Pertumbuhan tertinggi dicapai komponen ekspor luar negeri yang tumbuh 4,92% (yoy).

Hilirisasi migas di Cilacap berdampak positif terhadap kinerja perdagangan luar negeri Jawa Tengah. Tidak hanya meningkatkan ekspor olahan minyak tetapi juga mengurangi impor bahan bakar terutama avtur.

Selain ekspor luar negeri, komponen investasi juga mengalami pertumbuhan tinggi 4,85% (yoy). Beberapa pembangunan proyek strategis nasional telah selesai dilaksanakan selama tahun 2019 seperti Bandara Adi Soemarmo, jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo, dan pembebasan lahan jalan tol.

“Konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 3,98% (yoy), didorong peningkatan belanja pegawai dan sosial,” katanya.

Peningkatan kinerja perdagangan luar negeri tercermin dari kontribusi yang signifikan dari lapangan usaha Industri Pengolahan dan Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil-Sepeda Motor (Perdagangan).

Industri Pengolahan tumbuh 5,19% (yoy) yang didorong produksi minyak olahan dari pabrik Pertamina di Cilacap. Sementara, LU Perdagangan terdampak positif dari peningkatan kinerja industri yang juga didukung perbaikan infrastruktur konektivitas.

Indikator Prompt Manufacturing Index (PMI) dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga mengindikasikan kapasitas usaha sektor industri pengolahan pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi sebesar 53,30%; dari tahun sebelumnya 52,74%.

Sementara itu, LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tercatat mengalami perlambatan sebesar 1,36% (yoy). Hal ini diperkirakan karena adanya fenomena El-Nino yang menyebabkan musim kemarau 2019 lebih panjang dibanding tahun 2018. Musim kemarau berpengaruh pada penurunan produktivitas komoditas utama Jawa Tengah yaitu tanaman padi dan hortikultura.

“Dengan melihat realisasi pertumbuhan di tahun 2019 yang menunjukkan peningkatan, Bank Indonesia memperkirakan kinerja perekonomian Jawa Tengah akan semakin membaik di 2020. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2020 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,4%-5,8% (yoy),” katanya.

Perbaikan pertumbuhan tahun 2020 diperkirakan didorong oleh permintaan domestik yang tetap kuat dan terjaganya daya beli masyarakat. Terjaganya ekspektasi daya beli didukung oleh inflasi yang rendah dan terkendali, kestabilan biaya energi, serta adanya tambahan pendapatan berupa kenaikan UMK dan kenaikan gaji bagi Aparat Sipil Negara (ASN).

Lebih lanjut, komitmen pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah melalui Perpres No. 79 Tahun 2019, tidak hanya meningkatkan pembangunan infrastruktur namun juga iklim investasi di Jawa Tengah.

“Selain itu, meredanya ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok pasca kesepakatan dagang AS-Tiongkok fase 1, akan mendorong tingkat permintaan produk ekspor Jawa Tengah. Outlook produk TPT, alas kaki, dan olahan kayu semakin meningkat ke depannya didorong faktor pertumbuhan penduduk dunia dan perubahan gaya hidup,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini