JEPARA (SUARABARU.ID) – Tingginya angka gugat cerai di Jepara dibandingkan permohonan cerai talak tidak bisa kemudian disimpulkan perempuan semena-mena menggugat cerai suaminya.
Apalagi kemudian mengkambing hitamkan dan menghubungan dengan kemandirian perempuan secara ekonomi. Sebab banyaknya pabrik-pabrik di Jepara yang lebih banyak menyerap tenaga kerja perempuan,
Hal tersebut diungkapkan Khomsanah S.H., M.H., Direktur LBH Sekar Jepara kepada Wartawan Suarabaru.Id Rabu (12/2-2020) menanggapi tingginya angka cerai gugat dibandingan cerai talak di Kabupaten Jepara. Sebab fakta dilapangan menurut Khomsanah tidak selalu demikian. Sebab banyak pula perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagaimana diberitakan SuaraBaru.Id Selasa (11/2-2020), berdasarkan data yang yang ada di Kantor Pengadilan Agama Jepara, kasus perceraian yang terjadi di Jepara tahun 2019 sebanyak 2238 kasus.
Dari jumlah tersebut 1.746 kasus adalah cerai gugat yang diajukan oleh istri dan 492 kasus cerai talak yang diajukan oleh pihak suami.
Dijelaskan oleh Khomsanah, kekerasan ini bisa dalam bentuk fisik, psikologis maupun kekerasan ekonomi atau penelantaran. Setelah itu kemudian pihak suami meninggalkan atau menggantung status perkawinannya begitu saja dan tidak mau menceraikannya. Akhirnya terpaksa istri yang menggugat cerai suaminya, ujar Khomsanah yang juga menjadi Pembina Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Jepara.
Menurut Direktur LBH Sekar Jepara ini tingginya angka perceraian di Jepara perlu dilakukan penelitian atau kajian lebih lanjut tentang penyebab terjadinya perceraian. Hingga dapat dirumuskan pola pembinaan yang tepat,“. Sebab penyebab perceraian begitu kompleks,” ujar Khomsanah.
Ia juga minta agar perempuan yang berdaya secara ekonomi karena bisa bekerja di pabrik atau ditempat lain untuk tidak dikambing-hitamkan sebagai penyumbang tingginya angka perceraian.
“Sebab nanti akan membuat perempuan tidak berani bekerja menuju kemandirian ekonomi karena stigma tersebut”, papar Khomsanah yang aktif sebagai Pembina IPPNU Anak Cabang Kedung.
Khomsanah justru menilai, perempuan justru perlu memiliki kemandirian ekonomi dan negara harus hadir dalam memberikan perlindungan dan kesempatan yang maksimal terhadap perempuan yang bekerja.
Perlu Sinergi
Untuk pencegahan atau pengurangan tingginya perceraian, pihak Pemda Jepara melalui OPD terkait perlu bersinergi dengan kelompok-kelompok masyarakat.
“Ada kelompok yang relevan seperti kelompok pengajian, komunitas ibu-ibu gereja, komunitas pemuda, komunitas perempuan dan kelompok lain untuk terus menerus melakukan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ketahanan keluarga, relasi antar anggota keluarga, pembagian peran yang adil.
Mungkin perlu dilakukan secara massif sehingga setiap orang merasa berkepentingan untuk menjaga kekuatan, keutuhan dan ketahanan keluarga, menjadi keluarga yg berkualitas.
“Hal ini sekaligus sebagai upaya pencegahan terjadinya pernikahan usia anak dan dispensasi nikah,” ujarnya Khomsanah.Sebab dari keluarga yang utuh dan berkualitas, anak terlindungi dari ancaman terjadinya kehamilan usia anak sehingga musti melakukan dispensasi nikah.
Harapan kami pihak Pengadilan punya kriteria yang ketat untuk meloloskan dispensasi nikah.Harusnya ada intervensi dari pihak Pemda Jepara untuk mengatasi hal tersebut.
“Sebab dalam banyak kasus pernikahan dini, justru pernikahan hanya seumur jagung karena kemudian terjadi KDRT dan akhirnya bercerai, sehingga urusannya menjadi lebih panjang, Jika belum benar-benar siap sebaiknya tidak menikah,” tutur Khomsanah.
Hadi Priyanto