WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Bencana alam tanah ambles di Dusun Jetis Kidul, Desa Bero, Kecamatan Manyaran (45 Kilometer arah barat daya Kota Wonogiri), berpotensi dapat terulang dengan volume yang makin membesar dan meluas, yang dapat membahayakan keselamatan warga.
Demikian hasil penelitian Tim Teknis Badan Geologi Bandung Kementerian Energi Sumber Data Mineral (ESDM). Seperti pernah diberitakan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wonogiri telah memohon Tim Geologi untuk melakukan penelitian. Kepala BPBD Kabupaten Wonogiri, Bambang Haryanto, Selasa (11/2), menyatakan, telah menerima laporan hasil penelitiannya.
Penelitian dilakukan di lokasi bencana tanah ambles (sinkhole atau luweng) di Dusun Jetis Kidul RT 2/RW 2, Desa Bero, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat 07° 51’ 07,6” LS dan 110° 49 52,1” BT. Amblesan di lokasi ini terjadi berulang kali, awal kejadian sejak tahun 2015, dan semakin membesar pada 18 Desember 2019.
Bawah Tanah
Hasilnya menyebutkan, dengan keberadaan jalur aliran air di bawah tanah, akan menyebabkan kejadian tanah ambles tersebut berpotensi berulang dan membesar. Itu dapat terjadi, manakala ada akumulasi air yang cukup tinggi pada lubang ambles tersebut, terutama saat terjadi hujan deras dengan durasi yang cukup lama.
Lokasi tanah ambles tersebut dinyatakan rawan terhadap keselamatan warga. Tim Teknis Geologi Bandung, menyatakan, sebelum ada upaya mitigasi struktural pada sinkhole, masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas, mendekat, berkumpul, dan atau melintas terlalu dekat pada lokasi lubang ambles, terlebih lagi pada saat dan atau setelah turun hujan deras.
Selanjutnya Tim Geologi memberikan enam rekomendasi teknis. Pertama, segera dibuat rambu – rambu peringatan rawan ambles pada lokasi, dengan lebar buffer minimal 10 Meter (M) untuk menghindari potensi bahaya ambles susulan dalam gerakan vertikal maupun horizontal. Kedua, segera dibuat saluran air atau drainase kedap air di sekitar lubang ambleas, untuk mengarahkan aliran air menuju ke lembah.
Mandiri dan Intensif
Ketiga, melakukan pemantauan mandiri dan intensif terhadap perkembangan amblesan tanah. Jika terus berkembang dan mendekat ke arah permukiman, agar segera dilaporkan kepada pemerintah daerah setempat. Keempat, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat setempat maupun pengunjung, untuk waspada dan mampu mengantisipasi potensi ancaman tanah ambles.
Kelima, melakukan pemantauan mandiri dan intensif terhadap perkembangan amblesan tanah. Bila terus berkembang dan mendekat ke arah permukiman, agar segera dilaporkan kepada pemerintah daerah setempat. Keenam, masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah atau dari BPBD.
Berdasarkan peta zona kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Wonigiri, Provinsi Jawa Tengah (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), daerah amblesan di Dusun Jetis Kidul, Desa Bero dan sekitarnya, termasuk dalam zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah sampai rendah. Artinya, zona ini jarang terjadi gerakan tanah, kecuali pada daerah tebing sungai, dan jika tidak mengalami gangguan pada lereng.
Pelapukan Batu Pasir
Kondisi morfologi di lokasi ambles, merupakan pedataran. Tanah ambles terjadi pada lahan pesawahan dan kebun campuran pada ketinggian + 225 Meter di atas permukaan laut (Dpl). Berdasarkan Peta Geologi Surakarta-Giritontro (Surono, dkk., P3G, 1992), lokasi amblesan berada pada lokasi yang disusun oleh batuan Formasi Wonosari-Punung (Tmwl) berupa batu gamping, batu gamping napalan-tufan, batu gamping konglomerat, batu pasir tufan, dan batu lanau di bagian atas.
Di bagian bawah terendapkan batuan dari Formasi Semilir (Tms) yang terdiri dari tuff, breksi batu apung dasitan, batu pasir tufan dan serpih. Hasil pengamatan lapangan, tanah yang ambles tersebut, merupakan pelapukan batu pasir tufan berupa lempung berwarna coklat, kurang kompak, sarang, dan porous, dengan ketebalan lebih dari 6 Meter.
Bambang Pur