PURWOREJO (SUARABARU.ID) – Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah RT 03 RW 01, Kecamatan Bayan, Purworejo, sudah ditutup dengan garis polisi oleh Polres Purworejo. Bahkan Raja Toto Santoso (42) dan permaisuri Fanni Aminadia (41), telah ditahan Polda Jateng sejak Selasa (14/1) malam dengan status tersangka.
Namun bagi masyarakat yang masih penasaran ingin melihat atau menonton lokasi keraton dadakan itu tidak dilarang. Apalagi sampai saat ini berita aktivitas Keraton Agung Sejagat beserta prosesinya telah viral di media sosial hingga media maindstream. Tak hanya warga setempat yang berdondong-bondong ingin melihat isi keraton, namun juga warga dari luar Purworejo.
Kabag Humas Pemkab Purworejo Rita Purnama dihubungi Suarabaru.id menjelaskan, secara resmi keberadaan Keraton Agung Sejagat (KAS) itu telah ditutup. Bahkan polisi sudah memasang police line dan warga tak boleh melintas di garis polisi tersebut. Namun Rita mengakui, terhadap warga yang terlanjur datang dan ingin melihat dari dekat tidak dilarang.
Menurut Rita, Pemkab pun mengapresiasi aparat keamanan baik Polres Purworejo dan Polda Jateng yang telah mengambil tindakan terhadap pimpinan dan sejumlah pengurus KAS di lokasi Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan.
Kabag Humas menilai langkah aparat tersebut sudah tepat. Mengingat aktivitas KAS sedikit banyak telah meresahkan masyarakat.”Kita percayakan sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Artinya jangan gegabah melakukan tindakan main hakim sendiri,”tegas Rita.
Berhati-hati
Pihaknya berharap kepada masyarakat supaya lebih berhati-hati dengan ajakan-ajakan yang bertentangan dengan budaya dan norma yang berlaku. Jika warga menemukan aktivitas yang sekiranya mencurigakan di lingkungannya, di desanya maupun di kecamatan untuk segera melaporkan ke aparat berwajib.
Secara terpisah Ny Iis (48), warga Kecamatan Grabag Purworejo yang semula tinggal di Desa Pogung Jurutengah dan berdekatan dengan KAS saat melihat dari dekat mengakui, aktivitas komunitas Toto Santoso dan pengikutnya itu sudah berjalan tiga tahun terakhir. Bahkan ada yang menyebut telah ada lima tahun lalu. Warga yang ikut ada yang dimintai Rp 3 juta untuk seragam, ada pula yang dimintai sampai Rp 8 juta.
Mengenai kegiatan anggota KAS, lanjut Iis, biasanya malam hari dan kebanyakan yang hadir justru warga luar daerah. Bahkan sebagian berasal dari Sumatera seperti Lampung, Medan dan Padang. Warga setempat jarang atau tidak ada yang ikut. Kegiatannya pun tertutup dan diperkirakana diisi dengan peribadatan. Ada pula laku kungkum atau mandi di kolam pada malam tertentu.
Dari rekaman video yang beredar dan sempat diabadikan warga sekitar pada kegiatan “Jumenengah” Jumat dan Minggu pekan lalu, memang ada sekitar 200 anggota KAS yang ikut. Mereka berseragam lengkap dengan pakaian kebesaran, umumnya dari luar daerah. Namun ada satu warga setempat yang masih anggota Veteran Purworejo ikut kirab. Saat prosesi kirab Raja dan Ratu beserta panglima menunggang kuda. Kabarnya kuda itu didatangkan dari Yogyakarta pagi hari.
Di satu sisi, ada warga yang menilai, sepanjang aktivitas budaya tersebut berizin dengan tujuan melestarikaan adat dan tradisi, sebenarnya tidak masalah. Bahkan bisa menjadi paket wisata budaya daerah. Terbukti saat “jumenengan” dan prosesi kirab Jumat hingga Minggu lalu anggota KAS beserta Raja dan Ratu serta Panglima dengan busana unik naik kuda keliling desa sempat menjadi tontonan masyarakat.
Namun berhubung motif aktivitas KAS itu untuk tujuan ekonomi dan disinyalir ada unsur penipuan, wajar bila aparat bertindak tegas. Sebab bila hal itu dibiarkan bisa semakin meresahkan warga serta memicu keonaran. Apalagi keberadaan KAS itu memang tidak memiliki landasan historis dan landasan hukum alias ilegal.
Komper Wardopo