JEPARA ( SuaraBaru.Id ) – Ada banyak hambatan bagi guru untuk mengajarkan kearifan sejarah dan budaya lokal kepada siswa disemua jenjang pendidikan. Sebab disamping keterbatasan waktu yang disediakan dalam kurikulum 2013, juga tidak banyak literatur tentang materi ajar. Belum lagi banyak kompetennsi dasar yang harus diajarkan kepada murid. Hal tersebur diungkapkan Sulistyaningsih, guru sejarah SMKN 1 Jepara saat seminar Guru Duta Budaya yang berlangsung di Gedung Ratu Shima Jepara,Sabtu ( 28/12-2019 ).
Kegelisahan para guru ini yang menurut Indria Mustika melatar belakangi kegiatan ini. “Oleh sebab itu Guru Duta Budaya harus menjadi komitmen bersama. Jika kita melakukandan bergerak bersama-sama, maka akan banyak yang bisa kita lakukan untuk melestarikan kebudayaan yang ada. Apalagi perjalanan sejarah Jepara yang sangat panjang tentu banyak kearifan lokal yang ada,” ujar Indria Mustika, Setretaris Yayasan Kartini Indonesia.
Seminar yang diikuti oleh 100 guru sejarah SMA/SMK, guru IPS SMP, guru SD, TK dan guru PUAD ini diselengggarakan oleh Yayasan Kartini Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Darma Bhakti Lestari. Tiga narasumber dihadirkan pada acara ini yaitu Alamsyah ( Undip Semarang ), Rahmatyan Sarjono ( Seniman ) dan Hadi Priyanto ( Penulis ). Seminar ini dibuka oleh Kepala Dinas Pendidkan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Jepara Agus Tri Harjono. Acara ini juga dihadiri oleh pengurus Yayasan Darma Bhakti Lestari, Lestari Moerdijat, yang juga menjabat Wakil Ketua MPR.
Sulitnya guru mengajarkan sejarah dan budaya daerah juga diakui oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Agus Tri Harjono. “ Saya mendapatkan banyak keluhan guru sejarah, IPS. Dan guru Seni Budaya. Untuk memasukan mulok seni ukir juga mengalami kesulitan. Karena itu kegiatan semacam ini sangat penting agar ditengah beban kurikulum guru dapat melakukan inovasi pembelajaran,” ujar Agus Tri Harjono.
Oleh sebab itu kegiatan semacam ini menurut Agus Trii Harjono tidak boleh berhenti hingga banyak guru yang kemudian bersedia menjadi duta budaya, termasuk menjadi Duta Ratu Kalinyamat, RA Kartini dan bahkan Ratu Shima. “Ini menjadi persoalan bersama kita untuk mengembamgkan pendidikan berbasis karakter, yang salah satunya dapat dilakukan dengan meneladani nilai-nilai perjuanganya,”papar Agus Tri Harjono.
Karena itu Alamsyah berharap, untuk dapat menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional dapat diwujudkan. “Apa yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat selama memimpin Jepara selama 30 tahun bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Jepara. Sebab beliau memiliki peran besar dalam bidang ekonomi,politik, sosial, budaya dan pertahanan pada waktu itu.
Keberanian untuk melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, menjadi inspirasi bangsa Indonesia untuk menolak semua bentuk penjajahan dan penindasan,” ungkap Alamsyah yang kali ini juga terlibat dalam penyusunan naskah akademis pengajuan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional bersama para pakar lainnya. Sementara Rahmatyan Sarjono melihat betapa sangat pentingnya kearifan budaya dan sejarah lokal dalam pembentukan karakter peserta didik .”Oleh sebab itu guru harus kreatif mengembanngkan metode pembelajaran,” ujar Rahmatyan Sarjono.
Sedangkan Hadi Priyanto mengajak guru untuk terus bergerak menjadi guru kreatif yang memiliki komitmen untuk menjaga agar budaya dan sejarah lokal agar tidak hilang. “Namun jalan kearah sana tidak mudah. Perlu kesungguhan pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama untuk memajukan kembali budaya yang ada,” ujar Hadi Priyanto
Tidak boleh tergesaa-gesa
Sementara itu. Lestari Moerdijat mengaku cukup lama mengagumi perjuangan Ratu Kalinyamat yang luar biasa. Karena itu bersama elemen masyarakat lain, ia mengambil inisiatif untuk mengajukan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional. “Walaupun progres kajian akademis sudah mengalami berkembanganyang luar biasa dengan ditemukannya sumber-sumber primer di Portugis, kita tidak boleh tergesa-gesa mengajukannya kepada pemerintah pusat. Perlu pematangan kajian antara lain kajian arkeologis. Sebab pengajuan yang sama tahun 2007/2008 pernah dinyatakan kurang lengkap,” ujar Lestari Moerdiyat.
Karena itu ia memberikan apresiasi kepada para guru yang bersedia ambil bagian dalam gerakan budaya sebagai Guru Duta Budaya. “Saya menyadari tugas stretegis guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang salah satu basisnya adalah kearifan sejarah lokal. Tentu Ratu Kalinyamat, RA Kartini dan bahkan Ratu Shima adalah bagian dari kearifan lokal itu,”, ungkap Lestari Moerdijat. (SuaraBaru.Id/ Ulil Abshor)