blank
Presiden Joko Widodo didampini Menteri BUMN Erick Thohir dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat berdiskusi dengan wartawan di Balikpapan pada Rabu (18/12). Foto: Antara

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Persoalan keuangan yang dialami BUMN yang bergerak di bidang asuransi PT Jiwasraya sudah terjadi lebih dari 10 tahun dan bukanlah masalah yang ringan. Hal itu diungkapkan Presiden Joko Widodo di Balikpapan, Rabu (18/12).

“Ini adalah persoalan yang sudah lama sekali mungkin 10 tahun yang lalu, ‘Problem’ ini dalam 3 tahun ini sebetulnya kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini tapi ini bukan masalah yang ringan,” kata Presiden Jokowi dalam diskusi dengan wartawan di kota Balikpapan, Rabu.

Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.

“Tapi setelah pelantikan kemarin, Pak Menteri BUMN kemarin sudah rapat di Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. yang jelas gambaran solusinya sudah ada, kita tengah mencari solusi itu, sudah tapi ada masih dalam proses semuanya,” tambah Presiden.

Namun bila masalah masuk kategori hukum, maka penegak hukum yang akan menyelesaikannya. “Tetapi yang berkaitan dengan hukum ya ranahnya memang sudah masuk ke kriminal sudah masuk ke ranah hukum dan alternatif penyelesaian itu memang masih dalam proses. Kita harapkan nanti segera selesai,” ungkap Presiden.

Menteri BUMN Erick Thohir yang ikut dalam wawancara tersebut mengatakan perbaikan Jiwasraya didahului dengan restrukturisasi perusahaan tersebut. “Prosesnya diawali nanti dengan restrukturisasi. Sesuai yang diharapkan oleh Bapak Presiden memang bahwa banyak hal yang di BUMN itu harus direstrukturisasi, tidak hanya Krakatau Steel tapi juga salah satunya Jiwasraya,” kata Erick.

Untuk Jiwasraya sendiri menurut Erick persoalan sudah terjadi sejak 2006. “Khususnya buat Jiwasraya sebenarnya kan hal ini sudah mulai terjadi 2006 tapi terus 2011 meningkat. Karena itu memang proses restruktrurisasi yang dilakukan sampai 10 tahun ini pasti memerlukan waktu,” tambah Erick.

Erick menegaskan bahwa proses restruktrurisasi berupa penyatuan perusahaan-perusahaan asuransi BUMN ditargetkan selesai dalam enam bulan.

“Insya Allah dalam enam bulan ini kita coba persiapkan solusi-solusi yang salah satunya diawali dengan pembentukan ‘holdingisasi’ pada perusahaan asuransi supaya nanti ada ‘cash flow’ yang juga membantu nasabah yang hari ini belum mendapat kepastian. Tapi hari ini yang mesti saya tekankan restruktrurisasi, jadi prosesnya pasti berjalan,” jelas Erick.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (16/12), Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan laporan keuangan Jiwasraya defisit karena sebelumnya BUMN ini gagal mengelola aset yang dimiliki, di antaranya dalam memilih instrumen investasi khususnya saham.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan melibatkan aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus ini. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi adanya kemungkinan tindakan kriminal di balik masalah Jiwasraya.

Sri Mulyani melanjutkan, pihaknya akan secepatnya mengirimkan berkas-berkas terkait kasus ini kepada aparat hukum. Ia akan melibatkan sejumlah pihak mulai dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu pihak aparat penegak hukum yang tengah menyelidiki Jiwasraya adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mereka mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam penjualan produk JS Saving Plan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta M. Nirwan Nawawi menjelaskan bahwa pihaknya melihat adanya dugaan tindak pidana korupsi pada kurun 2014–2018, yakni saat Jiwasraya menjual produk JS Saving Plan melalui unit kerja pusat bancassurance dan aliansi strategis.

Ia menjelaskan, perseroan menawarkan persentase bunga yang cenderung di atas nilai rata-rata, berkisar 6,5–10 persen, kemudian memperoleh pendapatan premi Rp53,27 triliun. Diduga terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan penjualan produk tersebut.

Ant-trs

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini