”Terutama produk tanaman tropis yang sangat diminati pasar dunia, seperti rempah-rempah, lada hitam, lada putih, kayu manis, vanili dan lain sebagainya,” kata Luluk Nur Hamidah.
Menurut Luluk Nur Hamidah, pada Tahun 2020, Amerika Serikat akan mengadakan pameran produk pertanian berskala besar, yang akan dihadiri oleh seluruh importir tingkat dunia. Termasuk perusahaan distributor produk pertanian, yang memiliki jaringan di seluruh negara bagian Amerika. ”Momentum ini, harus cepat direspon pemerintah untuk mendapatkan manfaat yang besar. Khususnya bagi peningkatan ekspor di pasar internasional,” tegas Luluk Nur Hamdidah.
Langkah diversifikasi ekspor produk Indonesia ini, memiliki arti penting manakala ada salah satu komoditas yang harganya jatuh di pasar dunia, maka dapat ditutupi oleh komoditas yang lainnya. Seperti misal, komoditas karet dan kopra yang harganya saat ini sangat jatuh. Di sisi lain, pasar Amerika Serikat sendiri sangat menjanjikan bagi produk pertanian Indonesia.
“Sayangnya, pemerintah belum memaksimalkan pasar yang besar tersebut,” ujar Luluk. Dari 10 negara eksportir komoditas pertanian ke Amerika Serikat, Indonesia berada pada peringkat ke 8, dibawah Brazil, India dan Italia, serta sedikit di atas Vietnam.
Permintaan terhadap komoditas pertanian yang paling besar di Amerika dalam beberapa tahun belakangan ini adalah kakao, vanili, lada hitam, lada putih, dan kayu manis. Tanaman tersebut merupakan tanaman tropis yang di Indonesia telah memiliki sejarah panjang dalam membudidayakannya. Sehingga sangat aneh, jika Indonesia tidak mengambil peluang tersebut.
Begitupun tren pasar di Amerika menunjukkan permintaan yang besar terhadap jenis produk makanan olahan khususnya dari produk pertanian organik. Kesadaran warga Amerika mengonsumsi makanan yang sehat dan berkualitas, mendorong meningkatnya pesanan produk makanan organik dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia.
Produk makanan ringan seperti kacang-kacangan, minuman buah segar, sarang burung walet dan kopi, dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Komoditas-komoditas itu, sangat familiar di berbagai daerah, sehingga dapat dipenuhi oleh Indonesia.
Dengan demikian, peluang ini menantang kesiapan pemerintah dan pelaku usaha, dalam menangkap pasar ekspor produk pertanian dan makanan olahan, yang selama ini belum dilakukan secara maksimal. Salah satu contohnya, tambah Luluk, adanya pesanan terhadap telor asin matang dari Indonesia untuk pasar Amerika sebanyak tiga puluh ribu perhari, yang itu tidak dapat dipenuhi.
Menyikapi peluang pasar dunia tersebut, pemerintah harus segera membuat peta tentang data produk unggulan pertanian, baik organik maupun non organik yang memiliki kualitas ekspor. Bersamaan itu, berikan pelatihan dan pendampingan bagi petani, kelompok usaha tani serta pelaku bisnis komoditas pertanian, agar produk pertaniannya dapat bersaing dengan negara-negara lainnya di pasar internasional.
Manfaatkan semaksimal mungkin forum-forum pameran internasional yang ada di negara tujuan ekspor, dan kerja sama yang bernilai, termasuk mengikutsertakan pemerintah daerah untuk ikut aktif mempromosikan produk unggulannya. Maksimalkan peran Atase Pertanian, karena mereka memiliki data market intelligent yang sangat berharga. Kalau perlu ditambah personelnya, karena dengan hanya 4 Atase Pertanian yang dimiliki Indonesia, terkesan kurang serius dan kurang progresif dalam menigkatkan ekspor pertanian Indonesia.
Luluk mendesak agar pemerintah lebih responsif dalam menyikapi semua informasi pasar dunia, dan manfaatkan data serta informasi yang diberikan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri, untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan secara cepat, akurat, efektif dan bernilai. Juga mendorong diplomasi parlemen, baik kelembagaan maupun personal di dunia internasional, dalam berbagai bidang. ”Tidak hanya politik, tetapi juga ekonomi dan budaya,” tegas Luluk Nur Hamidah.