SEMARANG – Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik yang sering terjadi kecelakaan. Melihat fakta tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (KAI Daop) 4 Semarang bersama instansi-instansi terkait melakukan sosialisasi di Perlintasan Sebidang.
Dalam kesempatan ini, KAI Daop 4 Semarang menggandeng pihak kepolisian, dinas perhubungan serta pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi selama 2 hari yakni pada hari Selasa (17/9/2019) di Perlintasan KA Ronggowarsito, Perlintasan KA Mpu Tantular, dan Perlintasan KA Hasanudin serta pada hari Rabu (18/9/2019) dilakukan di Perlintasan KA Ganepo, Perlintasan KA Brumbungan, dan Perlintasan KA Jagalan.
Tak hanya imbauan untuk mematuhi aturan di perlintasan sebidang, di lokasi tersebut pihak kepolisian juga melakukan penegakan hukum. Kegiatan serupa juga KAI lakukan serentak di sejumlah perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat untuk menaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat. Sebab, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api,” kata Kepala Humas KAI Daop 4 Semarang, Krisbiyantoro disela-sela sosialisasi di perlintasan KA Hasanudin, Semarang, Selasa (17/9/2019).
Giat perlintasan sebidang ini merupakan tindak lanjut dari FGD (Focus Group Discussion) bertanjuk ‘Perlintasan Sebidang Tanggung Jawab Siapa?’yang telah dilaksanakan di Jakarta pada 6 September lalu.
FGD dalam rangka HUT ke-74 KAI tersebut dihadiri oleh semua stakeholder terkait perlintasan sebidang, mulai dari Komisi V DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, Polri, Pengamat, Akademisi, jajaran KAI, Kadishub dan Polda di Jawa-Sumatera, serta pihak terkait lainnya.
Kegiatan FGD tersebut melahirkan piagam Komitmen Bersama ditandatangani oleh DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, KNKT, POLRI, KAI, dan Jasa Raharja. Piagam tersebut menyatakan bahwa para pihak-pihak terkait berkomitmen untuk menindaklanjuti 3 kesepakatan bersama.
Tiga komitmen tersebut, yaitu melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang mengatur dan/atau terkait perlintasan sebidang, melakukan evaluasi keselamatan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya, dan terakhir adalah melakukan kegiatan peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang sesuai tugas dan kewenangannya.
Perlu diketahui perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul dikarenakan meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api.
“Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang,” kata Krisbiyantoro menambahkan.
Sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 menyatakan bahwa, (1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup; (2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
KAI Daop 4 Semarang mencatat, terdapat 124 perlintasan sebidang yang resmi dan 309 perlintasan sebidang yang tidak resmi. Sedangkan perlintasan tidak sebidang baik berupa flyover maupun underpass berjumlah 11 dan 18 saja.
Dari awal tahun 2019 hingga akhir agustus 2019, di wilayah KAI Daop 4 Semarang telah terjadi 55 kali kecelakaan yang mengakibatkan 41 nyawa melayang sia-sia. Salah satu tingginya angka kecelakaan pada perlintasan juga kerap terjadi lantaran tidak sedikit para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
Selain itu pada Undang Undang No. 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Meskipun kewajiban terkait penyelesaian keberadaan di perlintasan sebidang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab KAI selaku operator, namun untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang beberapa upaya telah dilakukan KAI Daop 4 Semarang. Di antaranya dengan melakukan sosialisasi dan menutup perlintasan tidak resmi dengan memasang patok rel di 147 perlintasan tidak resmi dari tahun 2017 – Agustus 2019.
“Pada prosesnya langkah yang dilakukan KAI untuk keselamatan tersebut juga kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat, dalam kondisi tersebut diperlukan langkah untuk mencari jalur alternatif bagi masyarakat yang harus disolusikan bersama oleh pemerintah pusat atau daerah,” pungkas Krisbiyantoro. (suarabaru.id)