WONOSOBO-Ribuan warga penuhi rangkaian acara Babad Dieng yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo di Taman Syailendra pada tanggal 31 hingga 1 Agustus 2019. Babad Dieng mempertunjukkan berbagai ritual masyarakat Dieng serta menyajikan sejarah peradaban Dieng melalui sebuah Sendratari yang bertajuk “Babad Di-Hyang”. Even ini dalam rangka terus menyedot wisatawan untuk mengunjungi kawasan Dieng.
Kepala Disparbud Wonosobo Drs One Andang Wardoyo MSi, Minggu (1/9), mengatakan pagelaran Babad Dieng adalah menceritakan tentang alur sejarah Dieng secara masa ke masa yang dibalut dengan penampilan Sendratari Mahakarya Di-Hyang.
Sendratari “Endrya Pra Astha” menceriterakan tentang kejayaan dan kemunduran Dieng pada Abad ke-5 masehi. Tari tersebut melibatkan berbagai sastrawan dan budayawan terbaik ditambah paduan tradisi delapan desa di Dieng.
“Even ini adalah wujud tanggung jawab pelestarian budaya di kawasan Dieng. Sendratari yang ditampilkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat awal terbentuknya peradaban di tanah jawa Khusunya Dieng ini ,” beber One Andang.
Jamas Pusaka
Dalam menampilkan berbagai ragam budaya, imbuhnya, tidak sepenuhnya semua masyarakat Wonosobo atau Dieng. Melainkan kolaborasai antar berbagai pelaku dan pemerhati budaya. Dalam mengembangkan kualitas budaya tidak bisa hanya mengadalakan budaya sendiri.
“Menggandeng berbagai pelaku budaya berbagai daerah adalah upaya mengembangkan kualitas budaya. Kalau tidak ada perbandingan maka tidak akan bisa berkembang,” kata Andang disela penampilan sendratari.
Wonosobo akan mempunyai tiga sendratari tahunan, yakni Sendratari di Kawasan Sindoro, di Kawasan Kledung atau event kolaborasi sendratari Mapageh Siwatukulumpang dan sendratari Babad Dieng. Selain itu, dalam even yang berhasil menyedot berbagai wisatawan lokal maupun dari luar kota tersebut juga turut terdapat tradisi ruwat cukur rambut gimbal yang menjadi ciri khas berbagai event di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Dieng.
Dalam kesempatan tersebut juga, dilakukan kembul bujono serta pentas lengger yang juga berhasil menyita perhatian dari warga masyarakat yang menyaksikan acara tersebut. Pada malam 1 Sura, beberapa benda pusaka dan alat pertanian turut di jamas atau disucikan.
“Kegiatan Jamas adalah kegiatan sebagi bentuk syukur atas hasil panen selama ini dengan membasuh berbagai peralatan tani masyarakat, selain itu juga upaya memperkenalkan aneka tradisi yang masih berjalan di Dieng ini,” pungkas Andang.
SuaraBaru.id/Muharno Zarka