blank
Puluhan ton ikan milik petani karamba di Waduk Wadaslintang Wonosobo mati secara mendadak. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

WONOSOBO-Puluhan ton ikan karamba milik petani dan swasta (aqua farm) yang berada di waduk Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo mengalami kematian mendadak. Rata-rata per karamba mengalami kematian sebesar 95%.

Hal ini menimbulkan kerugian besar bagi para petani ikan karamba. Apalagi selama ini ikan keramba menjadi andalan ekonomi bagi para petani ikan di sekitar Waduk Wadaslintang. Dalam waktu tak lama ikan yang mati mendadak juga siap dipanen.

Kepala Bidang Perikanan di Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (Dispaperkan) Wonosobo, Pramuji mengatakan gejala ini sudah pernah terjadi sepuluh tahun yang lalu, tepatnya
pada tahun 2009. Saat itu, ikan keramba yang siap panen mati mendadak.

“Untuk tahun ini gejala tersebut dirasakan mulai Jumat (19/7), yang ditandai ikan yang berada di perairan umum sudah mengalami ketidaknormalan. Puncaknya pada Minggu (21/7) malam, ikan yang berada di karamba mengalami kematian masal,” katanya.

Kematian parah ikan ini, diduga akibat perubahan iklim ekstrem saat kemarau panjang. Dengan panas yang luar biasa di siang hari dan dingin dengan suhu yang sangat rendah saat malam hari yang mempengaruhi suhu serta volume air.

“Suhu udara yang turun dan volume air yang berkurang dengan jumlah ikan yang sama,menimbulkan up willing atau naiknya racun dari dasar waduk yang berasal dari sedimen atau tumpukan sisa pakan dari budidaya ikan,” sebutnya.

blank
Tim Dispaperkan Wonosobo dan Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian menyebab ikan keramba mati secara mendadak. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Siklus Tahunan

Penyuluh Perikanan Kecamatan Wadaslintang Hariyanto, menyebutkan gejala tersebut bisa dikatakan merupakan siklus tahunan. Jika musim kemarau panjang dan suhu dingin dan volume air waduk mengalami penyusutan maka akan mempengaruhi ketahanan ikan.

“Lantaran perubahan iklim di musim kemarau dengan ditandai air Waduk yang surut hingga kisaran 50 persen dari volume keseluruhan, akan berpengaruh terhadap populasi dan perkembangan ikan, terutama yang berada di karamba,” katanya.

Hal ini menyebabkan munculnya gas amonia dari dasar waduk, sehingga O2 yang dibutuhkan ikan menjadi langka dan menimbulkan kematian masal terhadap populasi ikan tersebut.

Ikan tidak akan tahan dengan penurunan suhu dan gas amonia yang ada di dasar waduk. Kasi Budidaya Ikan Dispaperkan Wonosobo, Widjang Kuncoro, mengatakan ke depan petani ikan harus bisa mengenali siklus tahunan itu.

“Jika sudah ada gejala seperti ini petani harus mengambil tindakan yakni dengan mengurangi volume ikan,” sarannya.

Menyikapi hal tersebut, Pemda Wonosobo melalui Dispaperkan telah menerjunkan tim ke lokasi bekerjasama dengan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) melalui Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang.

“Tim diterjunkan untuk memastikan apa penyebab gejala tersebut. Dari pantauan di lapangan tim telah mengambil sampel air dan ikan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna bisa mengatasi permasalahan yang ada,” katanya.

 SuaraBaru.id/Muharno Zarka