blank
Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM memberikan sambutan pada puncak prosesi Hari Jadi Wonosobo tahun lalu. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

WONOSOBO – Pada, Rabu (24/7) besok, Kabupaten Wonosobo genap berusia 194 tahun. Peringatan Hari ulang Tahun (HUT) Wonosobo disemarakkan dengan berbagai acara bernuansa budaya dan promosi wisata.

Puncak perayaan hari jadi dilangsungkan di Alun-Alun Wonosobo, besok pagi hingga sore, dengan prosesi Bedol Kedhaton, Pisowanan Agung, kenduri seribu tenong dan Kembul Bujono, warga Wonosobo bisa ikut menyaksikan tradisi budaya tahunan tersebut.

Prosesi hari jadi akan dihadiri langsung oleh Bupati H Eko Purnomo SE MM, Wakil Bupati H Ir Agus Subagiyo MSi, Ketua DPRD H Afif Nurhidayat S Ag, Kapolres AKBP Abdul Waras SIK, Kasdim 0707 Mayor Caj Hendry Handoko dan unsur Muspida lainnya.

Usai prosesi budaya, akan dipentaskan kesenian rakyat yang dimainkan oleh kelompok Kesenian Tradisional se-Wonosobo di Alun-Alun. Acara tersebut akan menjadi suguhan menarik Warga Wonosobo dan wisatawan di moment hari jadi.

Sehari sebelum perayaan hari lahir kota berjuluk Aman, Sehat, Rapi dan Indah (ASRI) ini, dilangsungkan parade tapa bisu mujahadah dan doa bersama lintas agama untuk keselamatan warga Wonosobo serta birat sengkala.

“Pada malam harinya, sekitar jam 23.00 WIB dilakukan prosesi Birat Sengkolo di Paseban Timur, setelah pagi sebelumnya juga dilaksanakan ritual Boyong Kedathon dari Desa Plobangan Selomerto Wonosobo,” kata Bupati Wonosobo, Eko Purnomo, Selasa (23/7).

Peringatan hari jadi Wonosobo kali ini mengambil tema “Kelola Potensi, Pemajuan Budaya dan Lingkungan Lestari Menuju Wonosobo Kabupaten Kreatif”. Pemerintah dan warga yang kreatif akan semakin membuat Wonosobo keren dan beken di mata publik.

blank
Pasukan yang terdiri dari para camat dan unsur Muspika se-Kabupaten Wonosobo melakukan prosesi bedol kedaton. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Sejarah Wonosobo

Berdasarkan cerita rakyat, pada sekitar abad XVII tersebutlah tiga orang pengelana yang masing-masing bernama Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai Walik, mulai merintis suatu permukiman di Wonosobo.

Selanjutnya Kyai Kolodete berada di dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah Kalibeber dan Kyai Walik berada di sekitar Kota Wonosobo sekarang ini.

Sejak saat itu daerah di wilayah ini mulai berkembang, tiga orang tokoh tersebut dianggap sebagai “cikal bakal” dari masyarakat Wonosobo yang dikenal sekarang ini.

Makin lama daerah ini semakin berkembang, sehingga semakin ramai. Dikemudian hari dikenal beberapa nama tokoh penguasa daerah Wonosobo yang pusat pemerintahannya di Selomanik.

Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta di Pacekelan Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan ke Ledok atau Plobangan saat ini. Salah seorang cucu Kyai Karim juga disebut sebagai salah seorang penguasa di Wonosobo.

Cucu Kyai Karim tersebut dikenal sebagai Ki Singowedono yang telah mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini, namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro.

Pada masa ini pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen. Pada Awal abad XVIII agama Islam sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo.

Seorang tokoh penyebar agama Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang dikenal pula sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo.

Sejak berdiri, Wonosobo kali pertama dipimpin oleh Tumenggung R Setjonegoro yang berkuasa pada tahun 1825-1832. Kini Bupati H Eko Purnomo SE MM dan Wakil Bupati H Ir Agus Subagiyo MSi menjadi Bupati yang ke 24. Selamat dan Sukses HUT Wonosobo ke 1941.

SuaraBaru.d/ Muharno Zarka