SEMARANG – Tidak ingin terjebak pada panasnya situasi politik Tanah Air, beberapa pemimpin daerah melakukan pertemuan di Museum Kepresidenan Balai Kitri Bogor. Terlebih, mereka telah menjalin perkawanan sejak lama meskipun mereka berbeda latar belakang partai politik. Bahkan, pertemuan serupa bakal diagendakan keliling Indonesia.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengungkapkan pertemuan pada Selasa (15/5) lalu tersebut memang diinisiasi untuk meredakan tensi politik yang semakin memanas menjelang pengumuman hasil akhir penghitungan suara 22 Mei mendatang.
Meski beberapa kepala daerah berhalangan hadir, tidak menyurutkan keakraban dan bahasan utama pertemuan itu. “Ini bagian (dari) kegalauan, kegelisahan kita semua melihat kondisi politik mutakhir. Maka rasa-rasanya ini perlu hujan es yang harus dicurahkan,” kata Ganjar, Kamis (17/5/2019).
Pertemuan tersebut diikuti delapan kepala daerah. Antara lain Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkilfimansyah, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak.
Kemudian ada juga Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Wali Kota Tanggerang Selatan Airin Rachmi Diany dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
“Kemarin kawan-kawan yang dateng sebenarnya yang sudah bertemu dan kenal sejak dulu. Maka ketika kita menjabat, mestinya kita menjadi embun, penyegar yang bisa mendinginkan situasi ketika Mas Bima Arya ngontak satu persatu, sama dengan dulu sebelum kampanye saya ketemu Mas Anies, Kang Emil di kantor Wapres kemudian ngobrol di kantor Pemda DKI. Dengan hanya berpoto tiga orang saja, bisa mengkomunikasikan kepada masyarakat nanti kampanye akan damai,” kata Ganjar.
Sejalan dengan pertemuannya dengan Anies dan Ridwan Kamil di kantor Pemda DKI, pertemuan di Bogor ini juga diharapkan Ganjar jadi penyejuk yang dapat meredam ketegangan sebagian masyarakat yang menunggu hasil penghitungan suara pada 22 Mei mendatang.
“Hari ini, menjelang tanggal 22 Mei kok masih ramai, maka kita coba dinginkan dengan warga yang beragam. Dengan representasi itu ada harapan simbolik yang kita berikan pada masyarakat, kita akan mendinginkan situasi ini ayo kita terima secara konstitusional putusan apapun, kita ikuti semua progresnya karena itu perintah undang-undang,” katanya.
Selanjutnya, lanjut Ganjar, akan dibuat agenda untuk bicara Indonesia jauh ke depan. Banyak hal kita bicarakan, termasuk sistem pemilu kenapa jadi rumit. Bahkan agenda-agenda ke depan yang mesti dibereskan di republik ini untuk mematangkan ke-indonesiaan juga bicarakan.
“Setelah itu kita berjanji untuk keliling seluruh Indonesia dan silaturahminya kita pindah-pindah. Bisa ke Semarang, Lombok, Banyuwangi,” paparnya.
Meski dianggap positif, namun tetap saja ada yang menganggap pertemuan tersebut tidak membawa dampak kebaikan pada masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Ganjar tidak ingin dipusingkan dengan prasangka-prasangka negatif yang justru menguras energi tersebut.
“Kita sudah menghitung risiko pertemuan ini. Kita siap dipuji tapi juga siap dicaci. Nyinyirisme ini ideologi baru yang muncul ketika kontestasi-kontestasi tidak bisa diterima dengan lapang dada. Maka nyinyirisme ini selalu muncul, apapun yang kita omongkan jadi persoalan. Terus ada yang bilang itu kelompok arisan, ya sudah kalau memang dengan arisan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan ya sudah kita akan arisan saja. Pokoknya persoalan harus selesai dan harus ada yang menginisiasi. Bukan jadi kompor,” ungkapnya.(SuaraBaru.id)