SALATIGA – Melalui Indonesian International Culture Festival (IICF), dapat menjaga toleransi di tengah suasana pemilu Indonesia. Di saat Pemilu banyak terdapat perbedaan pilihan, tetapi dengan IICF saatnya kembali menjadi satu
Hal ini disampaikan Pembantu Rektor III UKSW Dr Andeka Rocky Tanaamah SE MCs, ditengah pembukaan IICF diadakan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Lapangan Basket UKSW, digelar sejak Selasa (30/4) lalu.
Kegiatan berlangsung hingga awal Mei 2019 itu, diharapkan Dr Andeka Rocky tidak ada lagi pembedaan-pembedaan dari masing-masing etnis. “Karena perbedaan budaya dan kekayaan Indonesia yang menjadikan kita satu,” kata Andeka.
Acara yang mengangkat tema “Satu dalam Cinta” ini juga dimeriahkan oleh dua puluh satu etnis mahasiswa yang ada di UKSW, mulai dari Sabang hingga Merauke. Jon Edward selaku ketua panitia menyebut pemilihan tema bertujuan untuk menciptakan terwujudnya Indonesia yang harmonis dengan dasar saling mencintai setiap manusia.
Menurut Jon Edward, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM) ini, tema IICF tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Keseluruhan tema, hendak mengajak civitas akademika UKSW dan masyarakat kota Salatiga untuk bangga dan mencintai budaya Indonesia,” papar Jon Edward.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Salatiga Sri Danudjo, SE yang berkesempatan hadir dalam acara kemarin menyampaikan apresiasi positifnya atas gelaran IICF yang secara terus menerus dapat terselenggara.
“Acara semacam ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai toleransi, sehingga berdampak luas salah satunya dengan diraihnya predikat Salatiga sebagai kota toleran,” ungkap Sri Danudjo.
Selama dua hari, ujarnya, pengunjung dapat menikmati pesta keberagaman budaya oleh mahasiswa UKSW lintas etnis. “Kegiatan ini terbagi menjadi dua bagian besar yakni festival makanan daerah dan pesta budaya,” imbuhnya.
Kuliner
Festival makanan daerah selalu menjadi saat yang dinantikan oleh para penggemar kuliner Nusantara. Bagaimana tidak, di kegiatan ini pengunjung dapat mencicip secara gratis berbagai jenis kudapan yang disediakan oleh masing-masing etnis.
Seperti yang terdapat pada stan etnis Ikatan Generasi Muda Karo (IGMK) makanan khas yang disajikan yaitu Cipera, Tasak Telu dan Sup Ayam. Beberapa bahan baku untuk pembuatan makanan tersebut bahkan didatangkan langsung dari Medan.Tasak telu merupakan makanan berbahan dasar kelapa yang di oseng dengan sayur.
Sementara itu, Cipera merupakan makanan tradisional Karo karena memiliki bumbu khas yang hanya bisa di temukan di Medan. Bumbu tersebut berasal dari tepung jagung yang berasal dari bulir tua jagung Medan. Tepung jagung inilah yang disebut Cipera.
Selain itu terdapat kue khas Sulawesi Tenggara yang memiliki nama unik yaitu Kue Janda-Janda. Mahasiswa etnis Sulawesi Tenggara menjelaskan pada zaman dulu pembuat kue ini adalah seorang janda. Kue tersebut terbuat dari ubi yang tengahnya diisi dengan pisang, setelah itu diberikan taburan kelapa parut di sekelilingnya. Kue ubi ini disajikan bersama dengan puding.
Lainnya, mahasiswa etnis Maluku menyajikan Noga yang terbuat dari gula merah Saparua asli Maluku. Di pulau Jawa, Saparua sulit dicari bahkan hampir tidak ada. Adapun dari stand partisipan, mahasiswa Jerman menyajikan Salah Apel dan olahan kentang.
suara baru.id/Erna