JEPARA(SUARABARU.ID) – Adanya orang mampu menerima bantuan, sementara orang yang lebih miskin hanya bisa berharap sedih muncul dalam setiap kali pemerintah mengucurkan bantuan jaring pengaman sosial.
Sumber persoalannya bisa saja karena data yang digunakan tidak lagi relevan lagi, namun ada pula karena subyektifitas saat pendaftaran. Demikian juga bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementrian Sosial.
Agar bantuan tersebut dapat tepat sasaran dan tidak memunculkan kecemburuan sosial, Petinggi, Camat dan Bupati harus berani membuat terbosan. Sebab bila data yang digunakan dibiarkan terus digunakan, sama saja membiarkan ketidak adilan terus terjadi didepan mata. Dalihnya sederhana, data dari pusat.
Namun tidak bagi Petinggi Brantaksekarjati, Welahan, H.Musafa Baihaqy. Ia berani membuat langkah terobosan melalui labelisasi penerima PKH. Sebab ia tidak mau orang yang berkecukupan mendapatkan bantuan sementara orang miskin tidak mendapatkan.
Caranya sederhana. Memasang tanda setiap rumah penerima bantuan dengan tulisan cat : Keluarga Pra Sejahtera Penerima Bantuan Sosial PKH Desa Brantaksekarjati Jepara. Tulisan itu ditempatkan ditempat yang orang gampang melihat.
Ide itu kemudian disampaikan kepada para penerima bantuan. Tentu dengan narasi yang dapat menumbuhkan motivasi dan harapan bagi warga. Saat ia menyampaikan gagasannya, jumlah penerima PKH di desa ini ada sekitar 161 KK.
“Namun ketika program ini dilaksanakan ada 13 orang yang dengan kemauan sendiri mengundurkan diri. Sebab mereka memang melihat ada warga yang lebih membutuhkan,” ujar H.Musafa Baihaqy kepada SUARABARU.ID. Warga yang mengundurkan diri layak disebut sebagai pahlawan kamanusiaan, tambahnya.
Bantuan seperti ini, biasanya kalaupun ada tandanya hanya dengan stiker kecil yang dipasang dikaca atau tembok rumah hingga nyarus tidak terlihat. “Melalui labelisasi ini harapan kami justru menumbuhkan tanggung jawab sosial dan sekaligus mengembangkan nilai kemanusiaan di tengah tengah warga masyarakat,” ujar Petinggi Brantaksekarjati.
Hadepe