BLORA (SUARABARU.ID) – Pembangunan atau pengaktifan kembali (reaktivasi) Bandara Blora (eks Lapangan Terbang Ngloram) di Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah, ditarget bisa beroperasi penuh dua tahun lagi (2022).
Uji coba runway (fisik landasan pacu) sepanjang 1.200 meter x 30 meter dengan pesawat King Air 200GT, berjalan mulus dan lancar. Kondisi saat ini, Bandara Blora baru tersedia runway, dan pagar keliling.
“Saat ini baru ada landasan pacu dan pagar keliling, belum memiliki terminal penumpang,” beber Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Pembangunan Bandara Blora, Abdul Rozaq, Kamis (23/1/2020).
Pembanguan selanjutnya, kata Rozak, dilakukan empat tahap pengembangan Bandara, pertama runway akan diperluas menjadi 1.400 meter x 30 meter, apron 84 meter x 60 meter.
Selain itu, tambahnya, masuk progres pembangunan terminal penumpang seluas 240 meter persegi, berkapasitas lebih dari 50.000 penumpang pertahun.
“Tahap ini ditargetkan rampung akhir 2020, agar segera dapat dioperasikan menjadi bandara komersial,” tambahnya.
Enam Pesawat
Tahap kedua, lanjut Rozak, dilakukan pengembangan runway menjadi 1.600 meter x 30 meter, apron menjadi 127 meter x 90 meter, terminal penumpang 2.013 meter persegi kapasitas 138.562 penumpang pertahun.
Sedangkan tahap ketiga, runway diperluas menjadi 1.850 meter x 45 meter, apron jadi 168 meter x 90 meter, dan terminal penumpang menjadi 3.726 meter persegi dengan kapasitas 237.390 penumpang pertahun.
Tahap terakhir, runway direncanakan menjadi 2.000 meter x 45 meter, apron seluas 168 meter x 90 meter, dan akan difasilitasi untuk dapat menampung empat pesawat ATR 72-600 serta dua pesawat Boeing 737-600.
“Di tahap terakhir itu, kelak terminal penumpang menjadi 5.216 meter persegi dengan kapasitas 420.551 penumpang pertahun, papar Abdul Rozak.
Dari catatan Suarabaru.id eks lapangan terbang (Lapter) Ngloram itu, awalnya diperjuangkan pembangunannya sebagai pendukung operasional Lapangan Migas Blok Cepu.
Pengaktifan kembali (reaktivasi) Bandara Blora yang berlokasi di Desa Ngloram berjarak 3,2 kilometer selatan Kota Kecamatan Cepu tersebut, sebenarnya sudah dirintis sejak awal tahun 2000 lalu.
Untuk mewujudkan asset prestisius itu, dua gubernur sebelum H. Ganjar Pranowo, yakni Gubernur H Ali Mufidz dan H Bibit Waluyo dengan rajin lobi-lobi berjuang ke pemerintah pusat.
Melawan Bojonegoro
Pejabat daerah juga berjuang keras, diawali Bupati Blora H Basuki Widodo (alm), RM Yudhi Sancoyo dan terakhir dilakukan H. Djoko Nugroho, mereka ikut aktif melobi pihak-pihak terkait di pemerintah pusat.
Bandara yang diproyeksikan beroperasi penuh pada 2022 itu, adalah bekas Lapter yang dibangun pada 1978 (milik PPT Migas dibawah Kementerian ESDM), telah berhenti operasional sejak 1984 dan tidak ada aktivitas apa pun.
Bahkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jatim, juga ambisius dan genthol bisa membangun Bandara itu di daerahnya, berlokasi di sekitar lapangan Migas Blok Cepu.
Namun dengan alasan efisiensi dan pertimbangan pemerataan pembangunan, pemerintah pusat lebih memilih reaktifasi lapangan terbang yang sudah ada.
Bahkan pada 2011 lalu, sempat terjadi rebutan membangun Bandara, dan jadi berita menarik di banyak media massa antara Pemkab Bojonegoro didukung Gubernur Jatim serta Pemkab Blora didukung Gubernur Jateng.
Surat Bupati Bojonegoro bernomor 188/1034/412.15/2011 (10 November 2011) permohonan ijin pembangunan Bandara khusus di Bojonegoro melawan surat Pemprov Jateng Nomor 070/16449 (5 September 2011).
Surat usulan dari dua daerah bertangga untuk membangun dan reaktivasi Bandara itu, masuk ke Presiden RI, Kementerian ESDM, Menteri Perhubungan dan akhirnya dimenangkan Blora dengan reaktivasi Lapter Ngloram tersebut.
Wahono/mm