JEPARA (SUARABARU.ID) – Koalisi Solidaritas Muria Raya menggelar aksi Bongkar Mafia Peradilan di halaman Pengadilan Negeri Jepara Rabu, 6 November 2024. Koalisi ini terdiri dari Ajicakra Indonesia, Koalisi Advokat Pembela Lingkungan Hidup, Pekat IB, dan Balong Wani. Namun karena mempertimbangkan kondusifitas wilayah dan saran fihak kepolisian, maka hanya dihadiri perwakilan para ketua organisasi di wilayah Kab. Jepara untuk difasilitasi audensi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jepara.
“Koalisi ini akan menggelar aksi “Bongkar Mafia Peradilan” menyusul keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara terhadap 4 terdakwa petambak Karimunjawa yang jauh dari tuntutan jaksa,” ujar Ketua Ajicakra Indonesia, Tri Hutomo
Aksi ini untuk mensikapi keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jepara terhadap 4 terdakwa pelaku tambak ilegal di Karimunjawa yang dinilai terlalu rendah. “Pasalnya majelis hakim mengabaikan pelanggaran pidana sebagaimana diatur pasal 98 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Sebab majelis hakim hanya menerapkan pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” ujar Tri Hutomo
Dalam orasinya, Ketua Ajicakra Indonesia juga menyebut Pengadilan Negeri Jepara tidak berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dengan tujuan menjawab berbagai perkembangan regulasi dan praktik maupun tantangan dalam proses penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan.
Dalam aksi tersebut ada lima tuntutan yang disampaikan yaitu minta kepada Komisi Yudisial agar membongkar mafia peradilan yang ada di Pengadilan Negeri Jepara, mencopot hakim yang terlibat mafia peradilan, mendukung jaksa dalam melakukan upaya banding atas putusan terhadap empat terdakwa pelaku tambak Karimunjawa, menghukum berat para penjahat lingkungan, serta menindak tegas kejahatan lingkungan beserta bekingannya di wilayah Jepara.
Selanjutnya setelah melakukan orasi, Pihak Pengadilan Negeri Jepara memberikan fasilitas audensi yang diterima langsung oleh Ketua Pengadilan Erven Langgeng Kaseh, S.H, M.H beserta jajaran. Dalam audensi Ketua Ajicakra Indonesia memberikan pemaparan, bahwa dengan Pemberlakukan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, disebutkan dalam ketentuan tersebut hal-hal pokok yang esensial bahwa perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup pada peradilan tingkat pertama, tingkat banding dan Mahkamah Agung.
“Pengaturan ini menunjukaan sikap dari Lembaga peradilan akan keseriusan dalam penanganan perkara di Lembaga peradilan untuk menghindari perbedaan dalam penanganan perkara lingkungan hidup,” ujar Tri Hutomo
Sementara Daviq dari perwakilan PWB Balong Wani mengemukakan, bahwa sebagai masyarakat terutama wilayah yang berpotensi konflik masalah lingkungan seperti Balong, putusan ini sangat disyangkan dan sangat menghawatirkan bagi kami sebagai contoh kasus yang terkena dampak konflik horizontal sejak 2007, mulai dari masalah PLTN, penambangan pasir besi dan penambangan pasir laut.
“Karena Hakim menjadi harapan masyarakat dalam memperjuangkan keadilan bagi lingkungan dan masyarakat, bukan demi kelompok pengusaha.”terang Daviq”.
Sementara Ketua Pekat IB, Priyo Hardono memberikan masukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jepara. Supaya dalam memeriksa suatu perkara lingkungan hidup, sebaiknya majelis hakim melakukan pemeriksaan setempat. “Langkah ini perlu agar hakim melihat secara langsung kondisi fakta lapangan, sehingga dalam memutus perkara Hakim memiliki keyakinan dan tidak berpotensi menimbulkan konflik-konflik horizontal. ”ungkap Priyo
Tanggapan Ketua Pengadilan Negeri Jepara
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Jepara Erven Langgeng Kaseh, S.H, M.H memberikan penjelasan bahwa dalam memeriksa perkara, majelis hakim harus memperhatikan beberapa asas Asas audi et alteram partem yaitu hakim harus mendengar kedua belah pihak dan memberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan informasi dan keterangan.
“Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar jika pihak lawan tidak didengar. Hakim wajib menjaga kemandirian peradilan, yang artinya Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Selain itu, hakim juga harus memperhatikan asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam membuat putusan,” ujar Erven Langgeng Kaseh, S.H, M.H
Ia juga menjelaskan, putusan hakim bisa diartikan putusan lembaga, bukan putusan perseorangan atau putusan hakim itu sendiri. Kemudian putusan lembaga sendiri bisa dianggap benar, sebelum adanya upaya hukum lanjutan dari para pihak, baik itu dari para terdakwa maupun oleh Jaksa. “Sementara dari Jaksa sendiri sudah menyatakan upaya banding pada hari Senin, 4 November 2024 kemarin.” terangnya
Sehingga dalam aksi orasi dan audensi hari ini adalah sebagai masukan, koreksi dan perbaikan bersama dalam pelayanan maupun penanganan perkara, supaya berpegang pada asas dan pedoman-pedoman dalam aturan yang sudah ada. Terutama evaluasi secara internal kita.
Selain itu masing-masing pihak dipersilahkan untuk melakukan upaya hukum lanjutan jika putusan tidak sesuai harapan atau dirasa tidak adil dan untuk melaporkan ke Komisi Yudisial adalah kewenangan rekan-rekan koalisi semua, “jelas Erven.
Hadepe